28 December 2014

Tsana' wa Sana'

Tsana' wa Sana'.
Salah satu dari 7 makam yang menjadi destinasi wajib dan mengakar menjadi budaya masyarakat Mesir zaman dulu ialah Tsana' wa Sana'.

Tsana' dan Sana' adalah 2 orang keturunan Jakfar Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zaynal Abidin bin Hussein bin Ali bin Abi Thalib. (Tulis Sakhawi dalam Tuhfatul Ahbab wa Bughyatut Thullab)

Syeikh Muhammad Zaki Ibrahim, Pendiri Akademi Sufi Asyirah Muhammadiyah juga menuliskan keduanya dalam pembahasan khusus dengan judul Al-Qari'atani (Dua Pendaras Quran).

Alkisah, Tsana' wa Sana' selalu meluangkan waktunya untuk mengkhatamkan Alquran paling tidak sekali sehari. Dua bersaudara ini membagi bacaannya dan saling menyimak.

Sampai satu dari mereka meninggal, mendaras Alquran tidak pernah berhenti. Adiknya tetap mengkhatamkan Alquran. Ia membacakan separuh bagian milik saudarinya, menghadiahkan pahala bacaan itu untuk sang kakak.

Ia membacanya tepat di depan makam saudarinya itu. Amaliyah ini tak berhenti sampai akhir hayat si adik. Ia dimakamkan di samping saudari tercintanya itu.

Sebagaimana tempat peristirahatan orang salih dan tempat yang senantiasa diisi lantunan Alquran, tempat ini menjadi salah satu dari 7 tempat mustajab untuk berdoa serta tabaruk masyarakat Mesir tempo dulu.

Sakhawi mencatat dalam Tuhfatul Ahbab, "Peziarah yang mengidap penyakit, bertabaruk dengan tanah di komplek ini. Mereka membalurkan tanah di pipi-pipi mereka sambil memperkuat doa pada Yang Maha Kuasa. Hal ini merupakan salah satu bentuk adab dalam berziarah (dan wujud kecintaan pada yang diziarahi)."

Sekarang, tempat ini tak terawat dan kurang mendapat perhatian. Jangan harap bisa melihat pemandangan tabaruk masyarakat Mesir seperti yang kami ceritakan, peziarah yang datang saja tak ada.[]
__________________________________________
LOKASI:
Dari makam Syeikh Jalaluddin Suyuthi terus masuk ke arah kubah Sudun al-'Ajami; atau tanya penduduk di mana letak Sidi Rayhan. Kemudian cari petunjuk atau cocokkan dengan lokasi yang kami foto.

Read More

19 October 2014

Mengenal Ruwaq di Masjid Azhar - Mesir

(Azhar 1870)
Ruwak (الرواق) secara bahasa dapat diartikan sebagai bangunan beratap yang berada di masjid, gereja, atau tempat peribadahan yang lain dengan fungsi sebagai tempat belajar. Bangunan ini biasanya dibangun setelah bangunan utama berdiri. Ruwak juga dapat diartikan sebagai ruang tamu, bila disandarkan kepada kata rumah ( Ruwaq al-bait ). Disamping itu ruwak juga digunakan untuk menamai sebuah pojok ruangan yang berfungsi sebagai tempat pertemuan dan bertukar pikiran.[1]

Pengggunaan kata ruwak merujuk kepada sejarah Yunani kuno dimana para pelajar dari filosof Zeno dinamakan dengan Zenonians. Filosof Yunani ini dalam kosakata bahasa arab dinamakan dengan Zenoun ar-Ruwaqy. Sedang anak muridnya dinamakan denga ar-Ruwaqiyun. Perlu dituturkan disini bahwa Zeno merupakan pelopor filsafat Stoa. Dia dilahirkan di Citium pada tahun 334 SM, datang ke Athena untuk belajar kepada Xenocrates, murid sekaligus keponakan Plato pada tahun 312/311 SM dan meninggal di Athena pada tahun 262 SM.[2]

Pengertian ruwak secara istilah tidak jauh berbeda dengan pengertian ruwak secara bahasa. Ruwak adalah bangunan tambahan yang berada di sekitar masjid dengan fungsi sebagai tempat tinggal santri sekaligus tempat kegiatan belajar mengajar. Gambaran ruwak secara fungsional dan tata letak bangunannya dapat kita temukan dalam fungsi dan tata letak pesantren salaf. Hanya saja, bangunan ruwak seakan menyatu dengan masjid, sedang bangunan pesantren berdiri sendiri dan terpisah dari masjid.

Masjid al-Azhar sebagai corong penyebaran Syi’ah Ismailiah sebagai madzhab resmi dinasti Fathimiah sudah mengenal istilah ruwak. Penambahan bangunan ruwak di masjid al-Azhar konon mengadopsi bangunan masjid Qairuwan. Akan tetapi, fungsi dari ruwak pada dinasti Fathimiah hanya sebatas sebagai tempat pengajian. Sedang fungsi ruwak sebagai tempat tinggal belum dikenal. Hal ini terekam dalam ketentuan yang diberlakukan oleh Ya’kub bin Killis, seorang wazir dari Halifah al-‘Aziz Billah, Halifah kedua dinasti Fathimiah yang memprakarsai pembibitan kader-kader ulama syiah dengan cara memilih 35 kader terbaik yang digembleng husus untuk mendalami ajaran Syiah Ismailiah tanpa harus memikirkan kebutuhan hidup mereka selama belajar. Ya’kub menjamin kebutuhan hidup sehari-hari mereka dan memberikan tempat tinggal di sekitar masjid al-Azhar.

Fungsi ruwak sebagai tempat tinggal dan tempat belajar mengajar baru dikenal semenjak Mesir dibawah pemerintahan dinasti Mamalik. Kegiatan keagamaan dan semarak keilmuan di masjid al-Azhar dihidupakn kembali setelah mengalami vakum selama sembilan puluh delapan tahun. Hal itu berlangsung sejak dinasti Ayubiyah memerintah mesir sampai pada tujuh belas tahun awal dari dinasti Mamalik. Pembukaan masjid al-Azhar sebagai pusat keilmuan ditandai dengan pelaksanaan shalat Jum’at pada tanggal 18 Rabi’ul Awwal tahun 665 H. bertepatan dengan tanggal 17 Desember tahun 1268 H. Sejak pembukaan itulah semarak keilmuan di al-Azhar kembali seperti semula. Hanya saja, ada perbedaan mencolok dari kajian keilmuan di zaman dinasti Fathimiah dan dinasti Mamalik. Bila pada zaman dinasti Fathimiah materi syiah adalah materi utama, pada zaman Mamalik tidak ada lagi materi syiah dalam pengajian, berganti dengan materi fikih madzahib arba’ah, terutama madzhab Syafi’i sebagai madzhab dengan pemeluk terbanyak di  wilayah Mesir dan juga warisan dari madzhab resmi dinasti sebelumnya, dinasti Ayubiyah.

(Abad ke-10 hingga ke-18)
Dinasti Mamalik merupakan dinasti yang sangat perhatian terhadap keberlangsungan syiar al-Azhar. Renovasi total dan berbagai perbaikan baik administrasi maupun kwalitas fisik bangunan dilakukan oleh dinasti ini. Diantara perbaikan dalam hal administrasi adalah adanya Ijazah keilmuan meliputi Ijazah tadris wal futya, ijazah penguasaan terhadap salah satu kitab dan ijazah pengakuan keilmuan  yang diberikan kepada ulama dari daerah lain. Caranya adalah pihak yang berkepentingan mengajukan permintaan kepada ulama al-Azhar kemudian dari pihak al-Azhar mempelajari biografi dan keilmuan orang tadi untuk kemudian menjatuhkan pilihan untuk memberikan ijazah atau tidak.

Prakarsa untuk menampung jumlah santri yang lebih banyak diwujudkan dengan mendirikan tiga madrasah; madrasah Thibrisiyah,  madrasah Aqbughawiyah dan madrasah Jauhariyah. Selain itu ada juga penambahan ruwak dan perbaikan-perbaikan terhadap ruwak yang sudah ada. Diantaranya adalah perbaikan total terhadap ruwak Magharibah setelah mengalami banjir bandang.

Hal yang tidak kalah penting untuk disebutkan dalam perjalanan al-Azhar dalam masa pemerintahan dinasti Mamalik adalah kembalinya aset-aset milik al-Azhar yang terbengkalai dan diserobot oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab pada masa dinasti Ayubiyah. Selain itu, pengelolaan yang baik pada aset-aset tadi memberikan jaminan kehidupan yang layak pada semua santri sehingga dapat belajar dengan fokus tanpa harus memikirkan biaya hidup dan kebutuhan sehari-hari.

Pada perkembangan selanjutnya, yaitu ketika Mesir berada dibawah pemerintahan kehalifahan Turki Usmani, kegiatan belajar mengajar di ruwak semakin semarak. Pada saat itu tercatat ada dua puluh sembilan ruwak. Ruwak-ruwak tersebut diklasifikasikan menurut daerah, madzhab tertentu dan ruwak  dengan penghuni bebas, yakni tidak menyaratkan harus berasal dari daerah tertentu dan memeluk madzhab tertentu. Salah satu ruwak yang dihususkan untuk dihuni oleh santri yang berasal dari nusantara adalah Ruwak Jawa.

Ruwak Jawa berada di No. 17. (zoom guna lebih jelas) - Perpus Aleksandria
Ruwak Jawa merupakan suatu ruangan yang tidak terlalu lebar yang berada diantara Ruwak Syawam[3] dan Ruwak Sulaimaniyah. Tidak tahu secara pasti kapan berdirinya, yang jelas Ruwak Jawa hanya dihuni sekitar sepuluh orang. Dr. Abdul Aziz Muhamad al-Syinawi[4] menuturkan bahwa jatah makananan untuk penghuni Ruwak Jawa hanya sebelas roti dengan ketentuan mengambilnya satu kali dalam dua hari. Sedikitnya warga nusantara yang menimba ilmu di al-Azhar erat kaitannya dengan animo warga nusantara yang pada waktu itu menempatkan Haramain sebagai tujuan utama  mencari ilmu. Faktor lain adalah sulitnya transportasi dari tanah air ke Mesir. Hal membanggakan yang dicatat oleh ruwak Jawa adalah ruwak ini pernah diberkahi oleh Syaikh Nawawi al-Bantani dan mencetak ulama-ulama yang bersumbangsih kepada dunia keislaman lewat karya-karyanya. Karya-karya mereka dapat diakses di maktabah Mushtafa el-Babil Halabi.

[Ruwaq Jawi/Adhi Maftuhin]
______________________________________________________
[1] Al-Mu’jam al-Wajiz, cet. 2008, hal. 282, wizârât tarbiyah wa ta’lim

[2] Ibid hal 282. http://bit.ly/1jlgEXY

[3] Ruwak ini sekarang beralih fungsi menjadi kantor polisi.

[4] Dr. Abdul Aziz al-Syinawi, al-Azhar jâmi’an wa jâmi’atan, hal. 238, maktabah usrah, tahun terbit 2013. sebagian besar konten dari tulisan ini merujuk kepada buku tersebut diatas.

**Ada yang menyebut JAWA dan ada yang menyebut JAWI (dengan ya' nisbat). Sama saja dan tidak perlu diperdebatkan hanya karena nama suku.


Read More

30 August 2014

Karamah Syeikh Ali al-Khawwash

[Dok. Ziarah Bab Nashr; 22 Aug '14 ]
Karamah Syeikh Ali al-Khawwash
(Kisah Tak Tertulis)
______________________________
Kisah terakhir dan lanjutan dari postingan tertanggal 27/08/'14..

Alkisah, sepasang suami-istri saat itu terhimpit keterbatasan ekonomi hingga sampai pada keputusan menjual cincin perhiasan yang mereka miliki.

Sang Suami hendak berangkat bekerja: mencari ikan di Sungai Nil. Cincin yang rencananya akan ia jual di pasar sudah ia simpan rapi di saku bajunya.

Rutinitas mencari ikan hari itu biasa saja baginya, kecuali sejak ia meraba saku yang tak lagi menyimpan cincin harapannya itu.

"Ke mana cincinnya?", ia mencari dengan gundah di setiap sudut perahu kecilnya. Tatapan matanya terhenti pada air bayangan wajahnya yang sedih bercampur panik dan bingung.

Sampai di rumah ia malah disambut kepanikan istrinya yang memberondong pertanyaan menyudutkan.

"Di mana?? Bagaimana bisa, mas?? Oh, kenapa ti..", ia sudah tidak paham apa lagi yang istrinya pertanyakan.

Esok hari, ia berziarah di makam Syeikh Ali al-Khawwash. Ia bertawassul dalam keluh kesah doanya, "Allah.. Cincin itu benar-benar sangat berharga bagi kami. Bisakah Engkau kembalikan pada kami? Dengan doaku di makam kekasih-Mu ini, Ya Allah.. kembalikan cincin satu-satunya milik kami itu. Ya Rabb.."

Ia tak langsung pulang. Ia berangkat menjalankan rutinitasnya di sungai: mencari ikan.

Tak lama bereselang, ia bertemu temannya yang mengajaknya berbincang, "Kamu sudah cari? Kamu yakin itu hilang di sungai? Kalau begitu, berdoalah, kawan.. Kalaupun kita tidak termasuk orang yang dekat dengan Tuhan, di sana itu ada orang yang menjadi kekasih-Nya, ia yang benar-benar dekat dengan Tuhan. Cobalah bertawassul dengannya."

"Sudah.", jawabnya.

Harapan satu-satunya sekarang adalah doanya bisa terkabul, meski jika dicerna akal terasa berat. Kemungkinannya seberapa: cincin sekecil diameter jari, hilang di sungai sebesar Nil, lantas berharap ketemu?

Di penghujung hari, ia pulang membawa hasil tangkapannya. Tak banyak. Sama seperti hari-hari biasanya. Namun, cukuplah untuk membuat dapur mengepul dan pantas disandingkan dengan 'isy (roti khas Mesir: makanan pokok).

Sampai rumah, ia menuju dapur memberikan hasil tangkapan itu pada istrinya untuk diolah.

Di tengah ia istirahat, istrinya berteriak histeris memanggilnya, "Mas..mas.. Ini bukannya cincin kita?? Ini mas!"

Istrinya menunjukkan cincin persis seperti yang hilang dengan tangan yang belepotan kotoran hasil mengolah ikan. "Ini, mas.. Ini! Ini cincin kita!"

"Iya?? Yang benar saja? Iya, itu cincinnya! Alhamdulillah.. Alhamdulillah Ya Rabb!", pada muka mereka membuncah kebahagiaan yang beberapa hari itu surut.

Di tengah kebahagiaan yang masih memancar, Sang Suami ingat dengan doanya di makam waliyullah Syeikh Ali al-Khawwash. Mendengar hal itu, istrinya pun mengiyakan inisiatifnya untuk tidak memakan satu ikan yang membawa kembali cincin mereka. Ia akan membersihkan dan menggantungnya di atas makam Syeikh Ali al-Khawwash.

"Aku akan pasang di sana agar para peziarah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Allah Swt. memberikan karamah pada Syeikh Ali al-Khawwash bahkan meski ia telah wafat."

Terhitung sudah 200 tahun lebih semenjak kisah ini ramai di sekeliling warga sekitar dan para peziarah saat itu.

Tak ada secarik kertas pun yang mengabadikannya dalam tulisan. Cari saja di catatan sejarah manapun, di kitab biografi apapun, tak akan kita temui kisah ini.

Meski demikian, kisah ini tetap abadi dari satu guru ke muridnya, dari satu kakek ke cucunya. Bahkan bukan hanya kisahnya yang abadi, ikan yang ada dalam kisah ini pun masih terlihat jelas dan belum lapuk walau tidak ada orang yang berinisiatif mengawetkannya, misal dengan balsem atau semacamnya.[]
______________________________
Tidak ada paksaan untuk mempercayai kisah ini. Namun, kalau ingin mendengar sendiri kisahnya secara langsung, sekaligus melihat seperti apa wujud ikannya dari dekat. Berziarahlah dan temui imam masjidnya..

Sahabat sarkubmesir.net yang hendak berziarah, bisa meminta kunci pada kakek tukang laundry di depan masjid. Tak usah ragu, ia baik hati dan ikhlas bahkan menolak saat diberi alawah, seberapapun besarnya.

Shollu ala Sidnannabi!





Read More

Ali al-Khawwash dan Tasawwuf


[Dok. Ziarah Bab Nashr; 22 Aug '14 ]
Makam Waliyullah; Ali al-Khawwash.
____________________________
Lanjutan kisah dari postingan sebelumnya (25 Agustus '14)..

Ali al-Khawwash dan Tasawwuf
Dalam masalah tasawuf, ia juga mempunyai komentar menarik, "Seseorang tidak akan sampai pada jajaran ahli-tarekat kecuali ia 'alim dalam ilmu syariat; mujmal mubayannya, nasikh mansukhnya, khos dan am-nya. Orang yang tidak menguasai masing-masing dari hal tersebut, ia gugur dari jajaran tokoh tarekat."

Mendengar pernyataan semacam itu, murid kesayangannya, Sya'rani bertanya, "Kalau begitu, para syeikh sekarang jatuh dari derajat ini, sebab mereka buta dalam masalah syariat, guru?"

Ali al-Khawwash menjawab, "Ya, benar. Mereka mengarahkan manusia pada sebagian jalan agama saja. Padahal para sufi adalah orang yang -meskipun sendirian- mampu memberikan apa yang dibutuhkan masyarakat, baik masalah syariat maupun hakikat."

Kehebatan tokoh satu ini juga meliputi permasalah 'khalwat'. Dalam hal ini, ia mengatakan, "Menyendiri, menyepi dengan Allah saja, yang dalam dunia sufi dikenal dengan sebutan khalwat, tidak mungkin dilakukan kecuali oleh Wali al-Qutb al-Ghauts pada setiap masa. Ketika badannya berpisah dengan nur-nya dan berpindah ke alam akhirat, Allah mengganti sang wali tersebut dengan wali lainnya."

Dalam hubungan murid dengan guru, ia mengutarakan, "Seharusnya para murid itu mengutarakan penyakit hatinya pada gurunya. Jika ia mempunya hati yang jelek, gurunya akan menunjukkan jalan kesembuhannya. Kalau sampai ia tak melakukan hal itu karena malu, ada kemungkinan ia mati tetap dengan penyakitnya itu."

Ali al-Khawwash mempunyai banyak perkataan yang belum pernah diucapkan oleh siapapun.

Suatu ketika, ia berbicara tentang epistem manusia, "Al-Idrak (episteme / ilmu pengetahuan) adalah sifat akal; [berupa] pendengaran, penglihatan, perasaan, dan penciuman. --- Kesenangan dan marah adalah sifat nafsu. ---
Mengingat, senang, pasrah, dan sabar adalah sifatnya ruh. ---
Fitrah, cahaya, hidayah, keyakinan adalah sifat rahasia (sirr). ---
Akal, nafsu, ruh, sirr, semua itu sifat manusia."
___________________________
Ada sebuah kisah tentang salah satu karamah beliau yang sampai sekarang bisa kita lihat jika berziarah di makam beliau. Bahkan di foto ini pun sekarang nampak jelas. Apa itu?

Kisah selanjutnya tentang Syeikh Ali al-Khawwash, Sang Sufi Nan Laduni ada di postingan berikutnya..

Shollu ala Sidnannabi!
___________________________
Sahabat sarkubmesir.net yang hendak berziarah, bisa meminta kunci pada kakek tukang laundry di depan masjid. Tak usah ragu, ia baik hati dan ikhlas bahkan menolak saat diberi alawah, seberapapun besarnya.
Read More

24 August 2014

Makam Waliyullah: Ali al-Khawwash

[Dok. Ziarah Bab Nashr; 22 Aug '14 ]
Bersama Imam Masjid Ali al-Khawwash.
____________________________
Syeikh Ali al-Khawwash merupakan salah satu waliyullah paling tenar dari daerah Burullus, provinsi Kafru Syaikh. Di sekitar pesisir Burullus terdapat banyak kelompok wali yang disebut al-Syurafa' al-Amiriyyah.

Sejarawan Islam Al-Maqrizi mencatat, "Mereka berasal dari suku Quraisy; dari Bani Adiy dan Ka'ab. Sebagian dari mereka memegang dinas rahasia raja-raja Turki (Utsmaniyyah) di Kairo dan Damaskus selama kira-kira seratus tahun."

Syaikh Ali al-Khawwash tumbuh dalam keluarga miskin sehingga ia harus bekerja sejak kecil. Mula-mula, ia keliling menjajakan sabun dan kurma. Sesampainya di Kairo, ia beralih membuka toko minyak untuk beberapa tahun. Kemudian berganti pekerjaan menjadi pengrajin keranjang. Karena pekerjaan inilah ia dijuluki al-Khawwash (si pembuat keranjang).

Dalam kondisi serba kekurangan, Syeikh Ali al-Khawwash sangat dermawan dan rendah hati. Setiap Jumat, ia selalu berkhidmah untuk masjid-masjid, bersedekah pada fakir miskin dan yang membutuhkan tanpa memperhitungkan berapa yang ia keluarkan dan bagaimana nanti makan.

Imam Masjid yang menyambut kami juga bercerita banyak bahkan sampai pada hal-hal yang memang di kitab tidak tertulis; hanya ada turun temurun dari satu guru ke muridnya, dari satu kakek ke cucunya. Syeikh Ali al-Khawwash mewajibkan dirinya mengerjakan hal-hal yang terkait "pengatur air", membersihkannya. Ia mengambil waktu tengah malam guna diam-diam membersihkan WC, dari satu masjid ke masjid lainnya.

Kisah selanjutnya tentang Syeikh Ali al-Khawwash, Sang Sufi Nan Laduni ada di postingan berikutnya..

Shollu ala Sidnannabi!
___________________________
Sahabat sarkubmesir.net yang hendak berziarah, bisa meminta kunci pada kakek tukang laundry di depan masjid. Tak usah ragu, ia baik hati dan ikhlas bahkan menolak saat diberi alawah, seberapapun besarnya.
Read More

Makam Ali -Zaynal Abidin- ibn Hussein ibn Ali ibn Abi Thalib

[Dok. Ziarah Thaba-thaba]
Kompleks Masjid & Makam Ali -Zaynal Abidin- ibn Hussein ibn Ali ibn Abi Thalib.
_______________________________
Sejarawan Islam al-Maqrizi dalam kitabnya al-Mawa'idh wal I'tibar menafikan kebenaran nisbat nama Ali Zaynal Abidin pada makam ini.
Ia menulis, "Penamaan makam Zaynal Abidin oleh kebanyakan orang ialah sebuah kesalahan (salah-kaprah). Makam ini ialah milik kepala Zaid, putra Ali Zaynal Abidin."

Zaid ibn Ali -zaynal abidin- ibn Hussein ibn Ali ibn Abi Thalib inilah yang menjadi nisbat pada Syi'ah-Zaidiyyah; golongan syi'ah yang paling besar dan paling banyak memiliki pemikiran moderat serta kedekatan dengan Ahlussunnah. Dukturah Soad Maher menulis, "Hal itu mungkin karena merujuk pada imamnya, yakni Zaid ibn Ali -zaynal abidin- yang berguru pada Washil ibn Atha'.."

Syi'ah-Zaidiyyah banyak tersebar di Thabaristan (kini masuk Iran, tepi Laut Kaspia / lereng utara & selatan pegunungan Alborz) dan Yaman. Penganut Syi'ah-Zaidiyyah tidak menggunakan 'sistem keturunan' dalam memilih imamnya, melainkan dengan beberapa syarat tertentu.

Kembali pada pembahasan keabsahan makam; Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim juga menafikan kebenaran penamaan yang sudah kadung masyhur dengan Ali Zaynal Abidin. Syaikh Zaki menuliskan, "Makam ini merujuk pada kepala Zaid, putra Ali Zaynal Abidin. Sementara itu, jasad atau badannya tidak diketahui secara pasti di mana berada. Makam Ali Zaynal Abidin berada di Madinah Munawwarah."

[beberapa teks penafian yang senada dengan al-Maqrizi, Dukturah Soad Maher, dan Syaikh Zaki bisa kita lihat di link kolom komentar]

Profil Sidi Ali Zaynal Abidin yang bergelar Sajjad (bermakna: yang banyak melakukan sujud) dan kisah-kisah menarik tentangnya akan kami ulas pada postingan lain.

Shollu ala Sidnannabi!
---
BONUS Syair milik Farazdaq tentang Sidi Ali Zaynal Abidin (kisahnya di postingan selanjutnya)
هذا الذى تعرف البطحاء وطــــــأته ^^^ والبيت يعرفه والحل والحرم
هذا ابن خير عباد الله كلهم ^^^ هذا التقى النقى الطاهر العلم
اذا رأته قريش قال قائلها ^^^ الى مكارم هذا ينتهى الكرم
هذا ابن فاطمة ان كنت جاهله ^^^ بجده أنبياء الله قد ختموا
_____________________________
source:
- al-Mawa'idh wal I'tibar; (al-Maqrizi)
- Milal wa Nihal; (Muhammad al-Shahrastani)
- Masajid Mishra wa Awliyauhaa; (Dukturah Soad Maher)
- Maraqid Ahli Bayt Nabi fil Qahirah; (Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim)
- Nushratin Nabi al-Mukhtar fi Ahli Baytihi al-Athhar; (Adil Sa'd Zaghlul dan Ragab Abdussami' Mahmod)
- Diskusi Forum (montada) Online Duktur Mahmod Sobieh
Read More

Ziarah & Ekspedisi - Kompleks Bab Nashr

Kabar Gembira!

Kabar gembira bagi pecinta ziarah di Mesir; besok Jumat, 22 Agustus 2014, sarkubmesir.net akan mengadakan ZIARAH & EKSPEDISI beberapa makam di sekitaran Bab Nashr, Gamaleya, Kairo.

Ziarah kali ini akan difokuskan pada ekspedisi, pencarian beberapa makam yang sudah masyhur keberadaannya (di Bab Nashr) namun belum diketahui posisi tepatnya.

Tokoh yang sudah diketahui:
- Sidi Ali al-Khawwash
- Syeikh Ibnu Hisyam; Nahwu
- Syeikh Abdulwahhab Sya'rani
- Syeikh Syihabuddin ar-Ramli

Ekspedisi makam:
- Sidi Ibnu Khaldun
- Syeikh Ibnu Naqib, penulis 'Umdatussalik wa 'Uddatunnasik
- Syeikh Jalaluddin Mahalli
- Syeikh Taqiyuddin as-Subki
- Syeikh al-Bulqini (gurunya para guru)

Gabung dengan kawan-kawan lain di Babul Futuh, pukul 9 pagi.
Informasi lebih lanjut, hubungi kami di fb atau kontak nomer berikut:
- 01129011242 (Hakam Zein)
- 01144328851 (Mu'hid)

Shollu ala Sidnannabi!
Read More

Makam Syaikh Muhammad ibn Salim al-Hifni

[Dok. Qarafah - Ziarah Menyambut Ramadhan]
أمام مقام الإمام الشيخ محمد بن سالم الحفني - ثامن شيوخ الأزهر الشريف
(1767 M. - 1688 M. / 1181 H. - 1100 H.)
Tahlilan di depan makam Grand Syaikh Azhar ke-8; Syaikh Muhammad ibn Salim al-Hifni as-Syafi'i al-Khalwati.

NAMA LENGKAP:
Nagmuddin Abul Makarim Muhammad ibn Salim ibn Ahmad al-Hifni as-Syafi'i al-Khalwati.

Nasabnya sampai pada Sayyidina Hussein (cucu Rasul Saw.) melalui jalur ibu dari ayah Syaikh al-Hifni.

LAHIR
Syaikh al-Hifni lahir pada tahun 1100 H./1688 M. di sebuah desa bernama Hifna, kecamatan Bilbis, provinsi Syarqiya.

Sejarawan al-Jabarti memberikan catatan tentang penisbatan syaikh pada desanya, Hifna, "Nisbat ke desa itu jadi Hifnawi (dengan atau tanpa alif bakda nun) atau Hifni. Nisbat itu mengalahkan namanya sampai-sampai ia tak disebut kecuali dengan nisbat Hifna itu."

MASA BELAJAR
Masa kecil Syaikh al-Hifni bermula dari menghafal Alquran di desa.

Saat itu, ia baru sampai Surat as-Syu'araa namun syaikh di desanya; Syaikh Abdurrauf al-Bisybisyi memberikan saran pada ayahnya agar segera mengirimkan putranya itu ke al-Azhar.

Ayah Syaikh al-Hifni berpikir sejenak. Bagaimana tidak? Putranya baru berumur 14 tahun dan belum pula menyelasaikan hafalannya.

Setelah ayahnya yakin, berangkatlah al-Hifni kecil untuk 'nyantri' di al-Azhar yang memang pada saat itu lebih mirip pesantren salaf di Indonesia. Masjid al-Azhar dahulu menjadi tempat belajar sekaligus asrama bagi santri-santri dari seluruh penjuru daerah bahkan dunia.

Setelah menyelasaikan hafalan Alquran, Syaikh al-Hifni kembali disibukkan dengan hafalan-hafalan lainnya. Menghafal matan memang tercatat sebagai budaya pelajar-pelajar al-Azhar pada masa itu. Ia menghafalkan Alfiyyah ibnu Malik (nahwu); Sullam (mantiq); Jauharah (tauhid); Rahabiyyah (faraidl); Abi Syuja' (fikih); dan masih banyak lainnya.

MURID-MURID
Pada saat itu, Syaikh al-Hifni -rahimahullah- mempunyai banyak murid. Ulama-ulama pada masa itu pun menyaksikan bagaimana seorang al-Hifni yang masih muda dikelilingi begitu banyak 'santri'.

Tidak berhenti sampai di situ, murid-murid Syaikh al-Hifni di kemudian hari menjadi syaikh-syaikh yang ilmunya juga terus bercahaya.

Tak heran; Syaikh al-Hifni mendapat gelar Syaikhu as-Syuyukh (gurunya para guru). Tercatat sebagai muridnya: Syaikh Ahmad ad-Dardiri, Syaikh Mahmud al-Kurdi, Syaikh Ali al-Qinawi, Syaikh Ismail al-Yamani, Syaikh Hasan al-Makki, Syaikh Ahmad al-Adawi.

Yang menjadi Grand Syaikh Azhar;
- Syaikh Abdullah Syarqawi, Grand Syaikh ke-11
- Syaikh Muhammad al-Mahdi al-Abbasi, Grand Syaikh ke-21

Yang kedua; ialah Syaikh Azhar yang ayahnya ialah seorang muallaf. Ayah Syaikh Muhammad yakni Sidi al-Mahdi al-Abbasi merupakan pemeluk Masihi (Kristen-Koptik) yang bersyahadat di tangan Syaikh al-Hifni. Dari sini kedekatan Syaikh al-Hifni dan keluarga al-Mahdi al-Abbasi berawal.

(semua nama yang tertulis di atas masuk dalam daftar Sadah Tarekat Khalwatiyah)

AKHLAK
Syaikh al-Hifni ialah seseorang yang berakhlak mulia, dikenal tawadhu', dan seringkali bersedekah (baik secara sembunyi maupun terlihat). Ia orang kaya yang tak lupa bagaimana rasa sulit yang ia juga pernah rasakan dahulu. Pada dirinya tergambar kewibawaan yang diiringi kedermawanan.

Sejarawan al-Jabarti dalam Aja'ibil Atsar mencatat, "Ia alim allamah, satu-satunya orang seperti itu (dari segi ilmu dan amal) di zamannya. Ia tahu apa yang belum diketahui kebanyakan. Ia dikaruniai kesempurnaan dan ketelitian, di setiap cabang ilmu; ia ada di posisi depan. Ialah Syamsul Millah wa ad-Din Muhammad ibn Salim al-Hifnawi as-Syafii al-Khalwati.

Guru-gurunya menjadi saksi atas keutamaan dan keilmuannya. Ia memulai hidup sebagai orang yang miskin bahkan fakir. Dulu, ia menulis (saat itu belum dengan cetak) beberapa matan untuk murid-muridnya. Dari situ ia bisa mencukupi hari-harinya.

Sampai pada harta yang cukup, ia berhenti menulis (naskh) lalu fokus menyusun syair-syair serta karya tulis lain. Pada kemudian hari, ia dikenal sebagai penyair yang keilmuannya luas. (Adib; Sya'ir; Natsir)

KARYA TULIS
Banyak sekali karya tulis yang dihasilkan Syaikh al-Hifni, di antaranya:
- Hasyiyah ala Syarh al-Asymuni Alfiyah ibnu Malik
- Hasyiyah ala Syarh al-Hamziyyah Ibnu Hajar al-Haytami
- Hasyiyah ala al-Jami' as-Saghir li Suyuthi (Hadits)
- Tsamrah Bahiyyah fi Asma'i Shahabah Badriyyah (Tarikh)
- Hasyiyah ala Syarh al-Hafid ala Mukhtasar Jaddihi as-Sa'd at-Taftazani (Balaghah)
- masih banyak lainnya terutama pada bidang Adab, Sastra.

WAFAT
Syaikh al-Hifni wafat pada hari Sabtu, 27 Rabiul Awal 1181 H. (1767 M.) pada usia 80 tahun, dimakamkan pada hari berikutnya setelah disalatkan di Masjid al-Azhar yang disesaki banyak orang.
_______________________________
Semoga kita bisa mengambil contoh dari biografi singkat beliau. Kalaupun kita bukan orang yang sesaleh beliau, semoga anak-cucu keluarga kita bisa menuruni kebaikan beliau.

Kalaupun masih tidak, semoga kita dimasukkan dalam golongan orang-orang yang mencintai orang saleh, sehingga kelak di hari akhir; kita dikumpulkan dengan orang-orang saleh yang kita cintai. Amin..

Shollu ala Sidnannabi!
Read More

Makam Nabi Danial BUKAN di Aleksandria

FOTO:
Sahabat Sarkub bersama Syeikh Ala dan Syeikh Abdullah, mursyid Tarekat Alawiyyah di Sudan & murid Syaikh Abdul Qadir as-Saqqaf di areal makam Nabi Danial. Aleksandria.
___________________________________________________

Berikut salinan jawaban dari salah satu Sahabat Sarkub yang bertanya. ~~~

Jamak kita ketahui, makam orang saleh itu lebih dari satu, banyak. Jangankan Nabi, orang saleh di Jawa saja bisa punya banyak makam.

Nah, ada 8 versi makam untuk Nabi Danial, kyai..
- Babylon, Kirkuk, & Muqdadiyah (ketiganya di Irak)
- Mosul (juga Irak)
- Susa & Mala Amir (keduanya di Iran)
- Samarkand (Uzbekistan)
dan pendapat yang terakhir di Iskandariyah.

Namun, dari berbagai literatur sejarah dan pendapat sejarawan, makam yang paling sahih ialah di Susa, Iran.

Yang menyedihkan ialah makam yang di Mosul. Kemarin ikut diledakkan oleh Da'isy / ISIS.
___________________________
Untuk Iskandariyah (seperti yang panjenengan maksud), kyai.. Itu ada di Bada’iuz Zuhur fi Waqai’ ad-Duhur Hal. 194-195 (punya Muhammad bin Iyas Abul Barakat al-Hifny)

Namun ada yang menarik; ternyata cerita mirip dengan apa yg di Badai'uz Zuhur itu malah justeru cerita yang paling banyak untuk keabsahan makam di Susa, Iran.

Ceritanya (cerita tentang penemuan makam) bukan saat Ekspansi Iskandariyyah, melainkan saat Ekspansi Susa. Orang yang menemukan makam terkunci ialah Abu Musa al-Asy'ari (bukan spt di Badai'zuhur yg tertulis Amr ibn Ash). Cerita selanjutnya sama yakni laporan pada Khalifah Umar bin Khattab dst.

di al-Durar al-Kaminah nya, Ibnu Hajar al-'Asqolani menuliskan tokoh bernama Syaikh Muhammad Danial al-Mausili, salah satu masyayikh Syafiiyah pada masa itu. Ia datang ke Iskandariyah pada akhir abad ke-8 Hijriyah.

Kemudian, mengajar faraidh, ushul fikih syafii di masjid (yang kemudian hari dinisbatkan padanya; alias Danial) sampai wafat pada tahun 810 Hijriah.
___________________________
Karena tidak kuatnya pendapat yang mengatakan di Iskandariyah, maka poin ke-8 dihapus. Kota Susa di Iran yang paling absah.

Dukturah Su'ad Maher dalam Masajid Mishra wa Awliyauha as-Shalihun pun berpendapat Kota Susa lah yang tepat. Sedangkan Aleksandria itu hanya salah-kaprah penduduk setempat sebab memang namanya mirip antara Danial (nabi) dan Syaikh Muhammad Danial al-Mausili.

Sebagai tambahan, di Aleksandria memang gudangnya tempat-tempat yang penisbatannya menuju Nabi-nabi (nabi Bani Israil yang ada di Yahudi, Kristiani, maupun Islam).

Ada Masjid Sulayman di Qintara Sulayman, ada Masjid Khidir di Qaysariyah, yang paling masyhur Masjid Danial di dekat stasiun kereta. Wallahu a'lam.
_____________________________
Bagi teman-teman yang ingin membaca lebih detail; berikut beberapa rujukan:
- Masajid Mishra ~ Dukturah Suad Maher
- Durar Kaminah fi A'yan al-Miah ats-Tsaminah ~ Ibnu Hajar Asqolani
- Zubdah Kasyfil Mamalik Farag ad-Din adz-Dzohiri (Naib Kesultanan Iskandariyah ada Masa Mamluki).

atau ikut muntada duktur Mahmud Sobieh.
di sini http://www.msobieh.com/akhtaa/viewtopic.php?f=17&t=15791

atau ikut Nyarkub dengan teman-teman lain..
Read More

Tari Sufi Mesir: Tannoura

Tari Sufi Mesir ini akrab dengan nama Tanoura
[untuk Bag. 2 & beberapa video ter-update lain; ada di
channel Sarkub Mesir]



Tari ini berkiblat pada tari sufi di Turki yang diprakarsai oleh Jalaludin Rumi.

Tari sufi yang sudah menjadi salah satu ikon Mesir ini konsepnya tidak jauh berbeda dengan yang kita tahu dari tari sufi Turki. Namun, karena sudah mengalami asimilasi budaya; variasi gerakan, kostum, dan pengiringnya terlihat lebih semarak pada tari Mesir ini.

Pada video ini, tari dibawakan oleh grup tari sufi bernama Darawish, grup yang sudah punya nama di Mesir dan sering ikut-serta dalam event-event besar, baik berskala nasional maupun internasional.

Sahabat Sarkub Mesir, Miftah at-Tigholy mengabadikan video ini di acara Ramadhan Event di sebuah rumah budaya; Bayt Suhaymi, al-Muizz Street, Egypt. Selamat menikmati! :)
___________________________
video lainnya silakan kunjungi:
~ channel Youtube sarkubmesir.net di [https://www.youtube.com/user/SarkubMesir]
~ kunjungi website kami di [https://www.sarkubmesir.net/]
Read More

Makam Syaikh Abdu Rabbuh Sulaiman

[Dok. Qarafah - Ziarah Menyambut Ramadhan]
Bersama dzurriyah Syaikh Abdu Rabbuh Sulaiman. (Min Sadah Tarekat Khalwatiyyah)
--- 


Alkisah, Ahmad Thayyib kecil diajak sang kakek bersilaturahmi di kediaman Syaikh Abdu Rabbuh Sulaiman yang pada saat itu sudah menjadi Syaikh Tarekat Khalwatiyyah.


Dalam pembicarannya Syaikh Abdu Rabbuh menyampaikan dengan redaksi yang berbeda namun bermaksud sama,


"Kamu, Ahmad, kelak akan menjadi Syaikh Azhar. Menjadi Syaikh Azhar yang berhadapan dengan saudara-saudara kita yang memiliki pemikiran ekstrem, baik dalam muamalah maupun politik."


Tentu tidak ada yang menyangka bahwa apa yang dikatakan Syaikh Abdu Rabbuh pada Ahmad Thayyib kecil menjadi kenyataan sekarang. 

Ya, Ahmad Thayyib kecil yang dulu bersama kakeknya sowan, sekarang telah menjadi Grand Syaikh Ahmad Thayyib sesuai dengan deskripsi Syaikh Abdu Rabbuh Sulaiman.
Read More

Quote (1) Syeikh Mukhtar Mukhsin


Jangan pernah bersedih selama kita tetap berjalan di atas manhaj Rasulullah Saw. Sebuah manhaj yang dihiasi oleh ilmu dan akhlak serta selalu dijunjung tinggi oleh Al-Azhar. Percayalah bahwa pertolongan Allah sangat dekat.

Kita telah menyaksikan bagaimana manhaj Khawarij yang tersebar di beberapa negara sehingga berujung kepada perpecahan dan pertumpahan darah.

Semoga kita selalu terhindar dari manhaj Khawarij tersebut dan juga dari kelompok-kelompok yang penuh dengan kebohongan dan kesesatan.

Teguhkanlah kepercayaanmu kepada Allah dan kepada para ulama. Berikhtiarlah setiap hari dengan terus berbuat baik karena sesungguhnya Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan.

-Syekh Mukhtar Muhsin
Read More

Menelisik Makam Keluarga Thaba-thaba

Jumat, 1 Agustus 2014, Komunitas Sarkub Mesir mempunyai agenda ziarah Idul Fitri ke Ahlul Bayt di Kairo. Namun, ada satu yang spesial pada agenda kali ini, sebab ada satu destinasi yang kami belum pernah ke sana. Di manakah?
Makam Keluarga Thaba-thaba.

Makam ini terletak di Jalan Ein al-Sirah, kompleks peninggalan Thaba-thaba (dekat danau). Kurang lebih 500 meter ke arah barat dari Masjid & Makam Imam Syafii.

Thaba-thaba ialah: Abu Ishaq Ibrahim ibn Ismail ad-Dibaj ibn Ibrahim al-Ghamri [as-Syahid al-Maqtul] ibn Abdillah ibn Hasan al-Mutsanna ibn Hasan as-Sibth ibn Ali ibn Abi Thalib [suami Fathimah al-Batul bintu Rasul Saw.]

Sejarawan Islam Ibnu Khallikan dalam Wafayat al-A'yan menegaskan bahwa tidak ada ulama nasab yang berbeda pendapat dalam penasaban tokoh ini.

Kebanyakan ulama hanya menambahkan bahwa meskipun demikian; Thaba-thaba ini tidak wafat di Mesir. (Yang ada di makam ini ialah keturunan-keturunannya)

Dijuluki Thaba-thaba sebab gaya tuturnya yang kurang jelas (gagap; sering mengulang lafal). Ia melafalkan Qaf menjadi Tha'.

al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdadi-nya berkisah;

"Saat Thaba-thaba datang ke Baghdad di masa pemerintahan Harun ar-Rashid, Sang Raja mengetahuinya.

Kemudian, utusan istana datang menemui Thaba-thaba bermaksud mengantarnya ke hadapan Harun ar-Rashid.

Thaba-thaba kalang kabut. Ia menyangka ada seseorang yang memfitnahnya di hadapan raja.

Lalu, sampailah ia di hadapan Harun ar-Rashid. Raja Harun berdiri dan menyuruh Thaba-thaba duduk di sampingnya. Obrolan belum berlangsung lama namun Harun ar-Rashid menangkap ada rasa ketakutan pada tamunya ini.

"Kamu kenapa, Aba Ishaq?", tanya Harun ar-Rashid.
“Rawwa’ani Shohibut Thaba. Yang memakai jubah (Harun ar-Rashid .red) membuatku takut.”, jawab Abu Ishaq.

Shohibut Thaba yang dimaksud di sini bukan dengan huruf Tha’ melainkan Qaf. Namun, karena lisan Abu Ishaq yang gagap dan tidak fasih jadilah Thaba, bukan Qaba (yang bermakna jubah; menyerupai qamish/diqlah).

Dari kisah gagap inilah Abu Ishaq dijuluki Thaba-thaba.

Versi kedua;
Suatu hari, Abu Ishaq menyuruh seorang anaknya mengambilkan pakaian.
“Ini saya, Pak.. Saya membawa pakaiannya.”, kata anaknya.
“Oiya, Thaba-thaba, Thaba-thaba.”, kata Abu Ishaq.

Thaba yang dimaksud di sini ialah Qaba, sejenis pakaian khas Arab dikhususkan untuk bepergian.

KETURUNAN THABA-THABA di Mesir
Keturunan Thaba-thaba yang pertama kali datang ke Mesir ialah al-Qasim ar-Rassi (Rassi nisbat pada nama desanya).

Ia membuka majelis di Masjid ‘Atiq (Amr ibn Ash). Orang-orang berkumpul untuk mendengarkan hadits-hadits yang ia sampaikan.

Kemudian, orang-orang berinisiatif mengumpulkan sumbangan. Setelah terkumpul, mereka menyerahkannya pada al-Qassim ar-Rassi. Namun, ia selalu menolaknya.

Semakin besarlah cinta masyarakat Mesir. Satu lagi yang masyhur: doanya dikenal mustajab.

KETURUNAN THABA-THABA di MAKAM INI
Baca lanjutannya di catatan / notes kami atau klik link berikut:
---[http://on.fb.me/1koX39V]---
________________________________
Sampai ketemu di agenda berikutnya!
Shollu ala Sidnannabi!
Read More

Makam Syaikh Muhammad Abduh


[Dok. Qarafah - Ziarah Menyambut Ramadhan]
"Nyekar" di areal makam Syaikh Muhammad Abduh.
___________________________
Setelah destinasi ini, Sahabat Sarkub Mesir menuju sebuah masjid di kompleks Madrasa & Makam Sultan Qaytbay.

Selain arsitekturnya yang mengagumkan, di masjid ini terdapat petilasan tapak kaki Nabi Saw. dan lutut Nabi Ibrahim as.

Sayangnya, kami hanya bisa melihat melalui jendela sebab pintu ruangan makam terkunci sedangkan kuncinya tidak dipegang oleh juru kunci yang saat itu mendapat jatah jaga.

___________________________
Bagi Sahabat Sarkub yang penasaran seperti apa dalamnya, berikut tampilan 3D yang bisa diakses online atau diunduh GRATIS.
1. Ruangan Makam Sultan Qaytbay: [http://bit.ly/1jLRsUQ]
2. Masjid bagian dalam: [http://bit.ly/1rvnWYy]
Read More

17 August 2014

Tujuh Poin tentang Sayyidah Zainab


Tujuh poin tentang Sayyidah Zainab;
[1.] Bapaknya bernama Ali ibn Abi Thalib.
[2.] Ibunya ialah Fathimah bintu Rasul Saw.
[3.] Saudaranya ialah Sidna Hasan & Sidna Hussein.
[4.] Dinamai Zainab oleh Nabi Saw. sebab ia ingin mengabadikan nama putrinya yang juga bernama Zainab; ia syahid di Badr (ditikam perutnya saat ia hamil).
[5.] Zainab bermakna perempuan yang mempunyai kekuatan terpendam, namun pengasih lagi cerdik.
[6.] Sayyidah Zainab (biasanya ditambahi; al-Kubra) ialah orang yang berjasa menyelamatkan keturunan laki-laki terakhir Sayyidina Hussein di tengah kecamuk Karbala. Keponakan kecilnya itu bernama Ali bergelar Zaynal Abidin.
[7.] Masuk ke Mesir pada awal bulan Sya'ban 61 H. bersama keponakannua; St. Sukainah, St. Fathimah; dan S. Ali Zaynal Abidin. disambut tangis haru dan langsung dipersiapkan kediaman di daerah Basatin Zahri (sekarang Distrik St. Zainab)
______________________________
Kulalui rumah-rumah, ya rumah-rumah milik Layla
Kuciumi dinding ini, juga dinding ini

Bukan pada rumah-rumah itu, aku mabuk cinta
Melainkan pada ia yang ada di dalamnya.

(Majnun Layla - Qays ibn al-Mulawwah)
______________________________
Syair ini mengingatkanku pada kisah Syaikh Sya'rawi dan Masjid Hussein.

Seorang yang tsiqqah (terpercaya), teman sekaligus guruku Dr. Muhammad Sa'd al-Masry.

Ia bercerita; suatu hari Syaikh Sya'rawi -rahimahullah- berziarah ke makam Sidna Hussein. Sesaat setelah pintu dibuka dan ia masuk untuk berziarah, Syaikh Sya'rawi menciumi dinding dan pembatas sekitaran makam.

Salah seorang lelaki di situ berdiri dan mempertanyakan atas apa yang dilakukan Syaikh Sya'rawi, "Anda orang yang alim! Tidak seharusnya Anda melakukan hal semacam ini! Ini hanya besi kenapa Anda menciuminya??"

Syaikh Sya'rawi menjawab dengan tenang, mengajaknya duduk untuk mendiskusikan hal tadi. Dimulailah percakapan mereka berdua.

Syaikh Sya'rawi mengawali, "Kita semua tahu, kulit (hewan) bisa dijadikan sepatu. Dengan sepatu itu kita menginjak banyak sekali najis. Tapi, saat kulit (hewan) dibuat sampul mushaf, hukumnya jadi lain. Jangan memegangnya kecuali kamu suci! ..."

Perbincangan terus mengalir sampai menjelang akhir.

Di akhir cerita, lelaki tadi merasa puas dengan dalil-dalil yang disampaikan selama perbincangan. Ia juga meminta maaf atas apa yang terjadi.

Salah satu adat orang Mesir untuk benar-benar bersalaman dengan penuh hormat ialah diikuti dengan mencium kepala lawan bicara. Si Lelaki mencium kepala Syaikh Sya'rawi.

Syaikh Sya'rawi berdiri dan marah tanpa ampun!

Si Lelaki bertanya bingung, "Kenapa Anda marah, Syaikh, saya kan tidak lagi membantah, malah saya sudah mencium kepala Anda???"

"Kata siapa kamu mencium kepalaku?? Kamu itu tadi mencium kopiah!", timpal Syaikh Sya'rawi.

"Bukan kopiah yang aku maksud, Syaikh. Maksudku itu yang ada di dalam kopiah.", jawab lelaki itu.

Syaikh Sya'rawi menyahut, "Aku juga bermaksud begitu. Bukan besi itu yang kumaksud! Yaa Sidna Hussein lah yang aku maksud.."[]

[Allahummaj'alnaa minal muntafi'ina bi 'ulumihi wa ssaairina ala nahjih. Amin.]
Read More

18 July 2014

Syaikh Abdurrauf as-Sajini

[Dok. Qarafah - Ziarah Menyambut Ramadhan]
أمام مقام الشيخ عبد الرؤوف السجيني
(شيخ الأزهر التاسع 1181هـ - 1182هـ / 1767- 1768م)

Syaikh Abdurrauf as-Sajini as-Syafi'i al-Khalwati; ialah Grand Syaikh Azhar ke-9 [*]. Julukan kunyah-nya Abul Jud.

Sajini merupakan nisbat pada desa bernama Sajin al-Kom, kecamatan Qotour, provinsi Gharbiya.

Al-Jabarti dalam 'Ajaib al-Atsar fit Tarajum wal Akhbar menuliskannya dengan "laqob"; Al-Imam al-Allamah al-Faqih an-Nabiih Syaikhul Islam wa 'Umdatul Anaam; karena kecerdikannya mengurai berbagai permasalahan, mulai politik, sosial, dan kemasyarakatan.

Beliau lahir di Sajin pada tahun 1154 H. dari keluarga yang masyhur tentang kecintaannya pada ilmu. Sejak kecil sudah dididik dari lingkungan keluarga, tercatat sebagai salah satu gurunya ialah pamannya sendiri yang seorang ahli fikih, nahwu, ushul, dan bermadzhab syafii.

Keluarga ini memang terkenal kecintaan dan rasa hormatnya terhadap ilmu. Sejarawan Al-Jabarti juga meriwayatkan cerita dari Syaikh as-Siwasi; bahwa Syaikh Muhammad as-Sajini (ayah Syaikh Abdurrauf) tiapkali melewati tempat pengajian, beliau memperkecil langkahnya, berhenti, diam sejenak; lalu berkata,

"Subhanal Fattah al-'Aliim". (Maha Suci Allah, Maha Pembuka Rahmat, Maha Memiliki Ilmu)

Selengkapnya di Darul Ifta [http://bit.ly/1r6oTt9]
____________________
[*] Dikatakan Grand Syaikh Ke-8 jika dianggap posisinya menggantikan Syaikh Muhammad Salim al-Hifni yang wafat. Namun, setahun masa menggantikannya, Syaikh Abdurrouf menyusul wafat.
Read More

Quote (1) Dr. Mohammad Tawfiq Ramadhan Al-Bouti

Jika peluru dapat membunuh seseorang dan rudal dapat menghancurkan sebuah bangunan. Fatwa yang menyesatkan dapat menghancurkan negara dan membunuh umat manusia.

-Dr. Mohammad Tawfiq Ramadhan Al-Bouti, putra Syahidul Minbar; Syaikh Mohammad Said.
Read More

Empat Makam di Masjid Azhar

Di dalam masjid Al-Azhar ada 4 makam:
1. Syaikh Abdurrahman "Katkhuda"
2. Sayyidah Nafisah Al-Bakriyyah
3. Syaikh Jauhar Al-Qanqaba'i (Pendiri Madrasa Al-Umyan, Dars-nya Syaikh Thaha Hussein)
4. Syaikh [Amir] Ala'uddin At-Taybarsi

-Syaikh Zakariya Marzuq, Imam masjid Al-Azhar.
Read More

12 July 2014

Tanggapan Syekh Usamah tentang Deklarasi Khilafah ISIS di Iraq dan Suriah

Syekh Usamah Sayyid Azhari ditanyai pendapatnya tentang deklarasi khilafah Islamiyah yang dilakukan oleh kelompok Dawlah Islamiyah Iraq wa Syam (ISIS) beberapa waktu lalu. Beliau menjawab:

"Apakah sepanjang hidupmu kamu pernah mendengar bahwa seorang khalifah Rasulullah--yang Allah utus menjadi rahmat bagi semesta alam--, seorang khalifah yang menggantikan Rasulullah dengan cara menumpahkan darah? Membunuh tawanan perang? Merampas dan menghancurkan daerah-daerah? Bahkan mereka berbangga memenggal manusia dan mempertontonkannya di video.

Apakah seperti ini khilafah yang menggantikan Rasulullah—yang diutus menjadi rahmat bagi semesta alam--? Ini hanya omong kosong, isu yang akan segera hilang.

Jika benar mereka ingin membela Islam, maka semestinya mereka tidak mengacungkan senjatanya ke arah kaum muslimin. Padahal di dekat mereka ada Israel yang menjajah Palestina. Kita tidak pernah mendengar mereka berkata mengenai Israel. Kita hanya mendengar mereka memberikan ancaman ke Mesir, Jordania, Saudi, Suriah, dan negara-negara lain. Mereka tidak berbicara tentang Israel, padahal musuh kita sebenarnya adalah Zionis, bukan malah saling perang antara sesama muslim.

Saya mengingatkan kalian tentang sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban bahwa Rasulullah berkata (atau dalam maknanya), “Salah satu hal yang paling saya takutkan dari umatku adalah muncul seseorang yang membaca al-Quran dan mampu mendapatkan keindahan al-Quran, bahkan ia menjadi pelindung bagi Islam, namun kemudian ia mengarahkan senjatanya ke arah saudaranya dan menuduhnya dengan tuduhan kafir....”

Orang itu tidaklah bodoh, ia telah diberikan ilmu tentang al-Quran oleh Allah hingga ia mampu mendapatkan rahasianya, bahkan ia menjadi pelindung bagi Islam karena ilmu yang ia miliki. Namun kemudian pemahamannya keliru hingga akhirnya ia menyebarkan tuduhan kafir di tengah kaum muslimin.

Dan yang lebih bahaya dari itu adalah seseorang yang memiliki sifat demikian, lalu muncul di tengah masyarakat dan memperburuk keadaan, lalu ia mengklaim dirinya sebagai khalifah pengganti Rasulullah. Ini sebuah kejahatan terhadap agama.

Maka janganlah kalian terpedaya dengan isu ini, berhati-hatilah!

Dan peringatkan rekan-rekanmu yang bisa saja terpedaya dengan panggilan-panggilan jihad semacam ini. Peperangan mereka bukanlah sebuah jihad. Tidak ada jihad melawan kaum muslim sendiri. Maka berhati-hatilah!"

-Disadur dari pengajian Arba`in Nawawi pada hari Selasa, 8 Juli 2014, dengan sedikit penyesuaian.
Read More

09 July 2014

Santri al-Azhar Tempo Doeloe


Santri Al-Azhar tempo dulu bertempat di pemondokan yang dinamakan ruwak. Ruwak-ruwak ini berada di samping kiri-kanan masjid. Penamaan ruwak ini disesuaikan dengan daerah asal penghuninya. Misal saja Ruwak Jawa dihuni oleh santri yang berasal dari Indonesia, Malaysia dan Philipina, Ruwak Magharibah untuk orang-orang Maghrib (Maroko, Tunis, Libya, Aljazair), Ruwak Jabarti ditempati oleh orang-orang dari daerah Jabart (Ethiopia), Ruwak Fasyaniyah ditempati oleh santri yang berasal dari daerah Fasyan, Mesir dan lain-lain.

Santri-santri yang bertempat tinggal di ruwak sebagian besar berasal dari kalangan yang kurang mampu. Ada juga penghuni ruwak yang berasal dari keluarga berada. Misal saja santri-santri yang berasal dari daerah Sha'id Mesir. Akan tetapi, jumlah mereka tidak seberapa bila dibandingkan dengan santri yang berasal dari golongan ekonomi menengah kebawah. Santri golongan kedua ini juga banyak yang menyewa rumah di sekitar masjid al-Azhar. Mereka datang ke masjid pada jam-jam belajar saja.

Santri dari golongan ekonomi sulit terkenal dengan ketekunan dan kegigihan dalam belajar. Mereka itulah yang menjadi generator dalam setiap pengajian di ruwak-ruwak al-Azhar. Dari kalangan mereka muncul nama-nama besar semisal syekh Abdullah as-Syarqawi. Mirip dengan santri pesantren salaf, bukan?



 
Kelompok santri dari kalangan menengah keatas terekam kurang gigih dalam belajar. Maklum, lecutan semangat dalam diri mereka kurang jemether karena terbiasa hidup enak. Fenomena anak ulama besar yang malas-malasan mengaji juga terekam dalam buku itu. Katanya, kemalasan mereka disebabkan keulamaan sang ayah akan menitis pada diri mereka walaupun tanpa belajar.

Pengajian di Al-Azhar berlangsung satu minggu penuh. Libur mingguan dimulai setelah dzuhur hari kamis sampai pagi hari sabtu. Waktu liburan tersebut digunakan para santri untuk refreshing (diantaranya jalan-jalan ke tanjung bulaq dan berman bola), bersilaturahim (mencari tambahan kebutuhan hidup) dengan penduduk yang berdomisili disekitar al-Azhar dan bentuk kegiatan lain. Pada kesempatan liburan mingguan ini juga sering dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk mengundang mereka dalam haflah-haflah dan majlis-majlis keagamaan (Semisal jadi tukang qira', tahlilan). Lah, hal itu yang pasti ditunggu-tunggu. Sebab, kalau ada undangan perut kenyang, pulang bawa jajan dan sedikit uang.


 
Jum'at pagi adalah jadwal berziarah ke makam-makam ahlul bait. Diantara yang paling masyhur adalah berziarah ke makam Imam Husen, Sayida Zainab, Sayida Nafisah dan Sayida Aisya. Sebagian lain ada yang menawarkan diri jadi imam tahlil bagi penduduk. Maklum, orang Kairo tempo dulu pasti menyempatkan ziarah kepada makam sanak familinya di jumat pagi. Mereka biasanya mengundang salah satu santri Azhar untuk memimpin doa. Alhamdulillah, Jum'at memang selalu mendatangkan keberkahan, kata mereka.

Libur panjang tahunan dimulai dari bulan Sya'ban sampai pertengahan Syawal. Dalam liburan panjang ini, mereka yang punya ongkos pulang dan kampung halamannya tidak terlalu jauh dari Kairo pasti pulang. Sementara yang tidak punya ongkos ataupun punya ongkos tapi jarak kampung halamannya dengan Kairo cukup jauh memilih untuk bertahan di Al-Azhar. Biasanya, mereka baru pulang setelah bertahun-tahun belajar dan merasa sudah pantas untuk pulang.
Read More

07 July 2014

Ali ibn Abi Thalib | Seri ke-1 ~ Ahlu Bait Nabi Saw.

AYAH
Ayahnya ialah Abu Thalib (Paman Nabi Saw), saudara kandung Ayah Nabi Saw: Abdullah ibn Abdul Muthalib.

IBU
Ibunya ialah Fatimah binti Asad ibn Hasyim.
Rasulullah memanggilnya "Ibu". Saat wafatnya, Rasul Saw mengkafani dengan pakaiannya, menyandarkan sampai liang lahat, dan berdoa untuknya. Lantas Rasul Saw berkata: "Engkaulah Ibu setelah ibuku."

JULUKAN
Julukan Imam Ali ra.: Abu al-Hasan.
Nabi Saw menjulukinya: Aba Turab.
(Cover depan Maraqid Ahli Bayt)
Ia bersama Nabi Saw sejak kecil, diasuh layaknya putra sendiri. Saat umurnya 10 tahun wahyu turun dan Rasul Saw resmi menjadi utusan Allah Swt. Ali kecil inilah yang pertama kali beriman dari golongan anak-anak.

Ali tinggal bersama Nabi Saw selama 13 tahun, termasuk saat hijrah. Ia seolah menjadi putra dan saudara seperjuangan Nabi Saw. Sampai pada pernikahannya dengan penghulu para perempuan (Sayyidat Nisa' al-Alamin) Fatimah binti Rasul -Shallallhu alaihi wa sallam-.

Ali ibn Abi Thalib hidup sekitar 30 tahun pasca wafatnya Rasul Saw. Ia wafat pada usia 63 tahun. Tidak menikah sampai Sayyidah Fatimah wafat. Kemudian, ia menikahi beberapa perempuan sebab ia menginginkan keturunan yang banyak demi memperkuat keluarga besar Nabi Saw.

Ali mempunyai 27 keturunan, putra dan putri (berdasarkan sebagian riwayat). Dari kesemua tersisalah di akhir Hasan, Hussein, dan Zainab. Mereka mempunyai 2 saudara sekandung dari Sayyidah Fatimah yaitu Ummu Kultsum dan Ruqoyyah (makamnya berada di Damaskus).

Dahulu Abu Thalib (ayah Ali) menanggung dan mendidik Nabi Saw semasa kecil. Berlanjut Nabi Saw menanggung dan mendidik Ali semasa kecil. Seakan hal ini menjadi hutang-budi Nabi Saw pada ayah Ali. Tidak ada seorangpun yang memperoleh keistimewaan seperti ini selain Ali ibn Abi Thalib.

ISTRI
Istri Imam Ali yang paling terkenal selain Sayyidah Fatimah ialah Sayyidah Ummu Muhammad (Habibah al-Hanafiyyah). Putranya yang bernama Muhammad (terkenal dengan sebutan Muhammad al-Akbar / ibnu al-Hanafiyyah) ialah imam yang luhur, mempunyai banyak jasa pada dua saudaranya: Hasan & Hussein.

Setelah itu, Imam Ali menikahi Ummul Banin (Fatimah). Darinya ia memperoleh keturunan: Abbas, Abdullah, Utsman, dan Jakfar). Khusus untuk Abbas, orang-orang menjulukinya Qamar Bani Hasyim (rembulannya bani Hasyim) sebab ketampanan, keluhuran, dan keilmuannya. Seluruh saudara-saudaranya tadi berjuang bersama Hussein. Kesemuanya syahid dan dimakamkan bersamanya di Karbala.

Selanjutnya, Imam Ali menikah dengan Umamah binti Zainab binti Rasul Saw. Tetapi, darinya tidak berketurunan. (Sebagian riwayat: putranya ialah Muhammad al-Awsath syahid di Karbala)

MASA KEPEMIMPINAN
Masa kepemimpinan Imam Ali 5 tahun, 6 bulan. Lalu syahid atas sebuah pengkhianatan di tangan Abdurrahman ibn Muljam al-Muradi.

Sebelum dikebumikan, jasadnya disiapkan oleh Hasan, Hussein, dan Muhammad (al-Akbar) ibn al-Hanafiyyah. Pemakaman dilakukan malam hari demi menghindari huru-hara serta keributan yang sangat mungkin terjadi saat itu. Sama halnya Sayyidah Fatimah binti Rasul yang juga dikebumikan malam hari di Baqi'.

Ada juga riwayat yang mengatakan bahwa makam Imam Ali berada di Kufah, tepatnya di an-Najaf al-Asyraf, Irak. Makam ini (sesuai apa yang mereka katakan) berada di antara makam nabi Adam & Nuh -alaihimassalam-, di sampingnya lagi terdapat makam nabi Hud & Saleh. Pemakaman ini disebut Atabat Muqaddasah, tidak ada seorang wanita pun yang masuk ke pemakaman ini.

Maraqid Ahlil Bayt fi al-Qahirah halaman 31;
As-Syaikh Ar-Raid Muhammad Zaki Ibrahim.
---
Keterangan:
- Di akhir disebutkan bahwa terdapat riwayat yang mengatakan makam Imam Ali ada di Irak. Yang dimaksud oleh Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim di situ ialah riwayat saudara kita dari Syi'ah.
- Ruqayyah yang dimaksud sebagai putri Imam Ali biasanya disangkakan berada di Mesir, kawasan Sayyidah Aisyah. Sama halnya Atikah Bibi Nabi. Padahal tidak demikian. Selebihnya akan dibahas di kesempatan mendatang.
Read More