28 April 2017

VIDEO: Syekh Ibnu Sayyidinnas - Pembacaan Biografi Singkat


Alhamdulillah, di event ziarah dengan tagline "Dari Sultanul Ulama hingga Sultanul Asyiqin" kami berhasil mengabadikan proses pembacaan biografi.
Read More

25 April 2017

7 Poin tentang Sayyidah Fatimah Nabawiyyah di Kairo - Mesir

Tujuh poin tentang Sayyidah Fathimah Nabawiyyah:

[1.] Ayahnya ialah Sayyidina Hussein, cucu Rasul Saw.

[2.] Ibunya ialah Ummu Ishaq, putri seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga; yakni Thalhah ibn Abdillah at-Taymi.

[3.] Julukan-julukannya sesuai dengan sikap perhatiannya pada anak yatim dan fakir-miskin. (Ummul Yatama wal Masakin)

[4.] Ialah perempuan pertama pemilik 'muassasah' (yayasan) sosial kemasyarakatan yang menaungi keluarga korban perang.
Read More

05 April 2017

Syekh Ahmad Zahid, Kakek Guru Syekh Zakaria al-Anshari

Ketika ia sudah selesai menceritakannya, sang guru meminta salah satu pelayannya untuk membawa bingkisan yang sama persis dengan bingkisan yang dibelinya tadi. Bingkisan itu masih meneteskan air pertanda baru saja diambil dari air.
Pada kesempatan ini mari kita membaca biografi salah sat ulama Mesir yang dimakamkan di Distrik Bab Al-Sya'riyah. Satu distrik dengan Syekh Abdul Wahhab Al-Sya'roni dan Syamsuddin Al-Romli.

Sosok

Ahmad bin Muhamad bin Sulaiman al-Fâwi, Syihabudin Abul Abas al-Qahiri al-Faqih as-Syafi’I terkenal dengan nama az-Zahid. Mengambil sanad tasawuf dari al-Quthb ad-Dimasyqi dan mengambil fikih dari ibnu al-‘Imad al-Aqfahisi (808 H). Beliau berasal dari desa Fau (Fa’, alif dan wawu), distrik Dasyna, propinsi Qina dan pindah ke Kairo untuk menetap disana sampai akhir hayatnya. Daerah yang dipilih untuk bertempat tinggal adalah Hay al-Huseiniyah.

Perihal mengapa terkenal dengan nama az-Zahid -padahal setiap wali besar pasti hidup dalam kezuhudan- adalah karena pada suatu malam beliau kedatangan seseorang yang ingin diajari ilmu kimia. Setelah selesai pelajaran, orang itu memberi 5 qintharah emas tanpa diketahui Ahmad.


Pagi-pagi Syekh Ahmad mengetahui ada emas yang dihadiahkan kepada dirinya. Bukan perasaan senang yang ada, beliau menyuruh pembantunya untuk membuang emas tersebut di tempat pembuangan sampah/wc (khala). Pembantunya itu juga disuruh agar tidak memberitahukan kepada siapa-siapa agar orang yang memberi tidak tersinggung. Hal ini diceritakan oleh Syekh as-Sya’rani setelah mendapatkan penjelasan dari gurunya, Syekh Muhamad al-Hirifisy.

Az-Zahid kecil sudah menunjukan bahwa dirinya akan menjadi seorang wali agung. Suatu kali dia dimintai makanan oleh seorang yang tidak dikenal. Tanpa tanya az-Zahid memberikannya walaupun dia sendiri sedang lapar. Dia bersengaja untuk melatih kesabaran dan menahan diri dari lapar. Tak dinyana, orang tak dikenal tersebut merupakan seorang wali yang akan menuntun jalan az-Zahid dalam mengarungi suluk shufi.

Beliau menghasilkan karya dalam bidang fikih dan tasawuf. Kegiatan menonjol beliau selain menulis dan mendidik adalah merehab masjid-masjid yang hampir roboh dan meramaikannya dengan pengajian.

Karya:

  1. Risâlah an-Nûr, empat jilid.
  2. Bidâyah al-Mustarsyid
  3. Tuḥfah al-Mubtadi wa Lum’ah al-Muntahi
  4. Sittîna Mas’alah
  5. Mukhtashar Ahkâm al-Ma’mûm wa al-Imâm karya Ibnu Imad
  6. Hidâyat al-Muta’alim wa ‘Umdat al-Mu’alim.
  7. al-Bayân as-Syâfi fî al-Hajj al-Kâfi.
  8. Hadiyah an-Nashîh.
  9. al-‘Uddah ‘inda as-Syiddah.
  10. Thalab az-Zâd li Yaum al-Ma’âd.

Zahid al-Mashri merupakan kakek guru dari Syeikhul Islam sebab Zakaria berguru kepada Sayid abu Abdillah Muhamad bin umar al-Wasithi al-Ghamri as-Syafi’I (849 H), guru Syeikhul Islam dalam suluk dan thariqah. Syekh Zakaria membaca Qawa’id Shufiyah selama empat puluh hari di Mahallah Kubra, tempat dari al-Ghamri untuk kemudian balik lagi ke kairo. Al-Ghamri merupakan murid dari Syekh Ahmad az-Zahid.

Al-Ghamri merupakan murid terdekat dari Syekh Ahmad az-Zahid. Pernah suatu ketika al-Ghamri pulang dari Dimyath untuk suatu keperluan. Di perjalanan beliau membeli manisan untuk diberikan kepada gurunya. Akan tetapi, manisan itu tersapu angina dalam perjalanan dan jatuh ke air. Akhirnya ia membiarkannya begitu saja. Sesampai di rumah sang guru, ia ditanya tentang hadiah yang dibawanya, padahal sebelumnya dia tidak memberitahukan akan memberi gurunya sebuah bingkisan. Al-Ghamri menceritakan kejadian yang dialaminya di jalan. Dan ketika ia sudah selesai menceritakannya, sang guru meminta salah satu pelayannya untuk membawa bingkisan yang sama persis dengan bingkisan yang dibelinya tadi. Bingkisan itu masih meneteskan air pertanda baru saja diambil dari air.

Murid az-Zahid yang lain adalah Syekh Madyan al-Asymuni (862) dan Syekh Abdurrahman bin Buktumur (840). Ketiganya adalah murid-murid az-Zahid yang menjadi wali besar. Cerita keramat dan bagaimana kebesaran mereka berempat; guru dan murid dapat dibaca di buku Raf’u A’lami an-Nashr bi Dizkri Aulia Mishr karya Muhamad Khalid Tsabit dengan nomor urut biografi 37,38, 39 dan 41. begitu juga dapat diakses di Thabaqat Sya’rani, al-Kawâkib milik al-Munawi, Jâmi’ Karâmât al-Auliya milik an-Nabhani, ad-Dhau al-Lâmi’ karya as-Sakhawi dan Masajid Mishr karya Dr. Su’ad Mahir.

Wafat

Beliau wafat pada bulan Rabiul Awal tahun 819 H dan dimakamkan di masjid yang dibangun oleh beliau. Masjid itu bertempat di Jalan Pasar az-Zalath (Suq az-Zallath), jalan kecil yang bersambung ke Jalan Bab al-Ahmar dan bermuara ke Meidan Bab as-Sya’riyah. Makam beliau selalu ramai para peziarah sampai sekarang.1

Jadi, makam beliau berdekatan dengan makam pengarang Syarah Sittina Masalah, Syekh Syihabudin ar-Ramli dan dekat pula dengan makam Syekh Abdul Wahab as-Sya’rani yang menuliskan biografi Syekh Az-Zahid yang juga merupakan murid dari Syekh Syihabudin ar-Ramli. Juga sangat dekat dengan makam imam al-Munawi dan Syekh Madyan al-Asymuni, murid beliau sendiri.[]


1 Lihat foto-foto masjid dan makam http://bit.ly/1zNxwOI, diakses pada 2/2/2015 M. dan untuk melihat dalam peta http://bit.ly/1zvCb4B, diakses pada 2/2/2015 M. Peta tersebut juga dapat melihat Hay al-Huseiniyah, tempat Syekh az-Zahid bertempat tinggal.
Read More

15 February 2017

Khanqah Jashankir dan Makam Syekh Amin Al Baghdadi

Sejarawan Al-Maqrizi berkisah dalam catatannya bahwa khanqah ini merupakan khanqah yang istimewa dan paling luas di Kairo.

Alhamdulillah. Event "Ziarah Bab Sya'riyah"  Selasa kemarin berjalan lancar dan terima kasih untuk semua kawan. Sampai jumpa di event selanjutnya! Berikut ini sedikit catatan tentang khanqah yang kita ziarahi kemarin.

Khanqah

Khanqah merupakan pusat kegiatan para sufi, sejenis zawiyah, ribath, atau takiyah. Namun, kenyataannya bukan hanya sebatas tempat sufi berkontemplasi atau berkhalwat saja. Khanqah ini juga lebih menyerupai pondok pesantren yang mempunyai santri menetap dan melaksanakan proses belajar-mengajar.

Khanqah ini dibangun oleh salah satu sultan Dinasti Mamalik Bahri. Ialah Baybars II; al-Malik al-Muzaffar Rukn al-Din Baybars al-Jashnakir al-Mansuri. Lebih dikenal dengan Jashankir (bukan Jashnakir) yang bermakna Pencicip Makanan Raja. Dibangun sebelum ia menduduki takhta kerajaan.


Ibnu Khaldun tercatat pernah menjadi 'mudir' (direktur) di khanqah ini. Khanqah yang menampung 400 sufi, menghidupi 100 tentara, dan menjadi pesantren bagi anak-anak penduduk sekitar, bahkan dari berbagai penjuru. Makanan sehari-harinyanya ialah 3 lembar roti, daging, dan manisan.

Sejarawan Al-Maqrizi berkisah dalam catatannya bahwa khanqah ini merupakan khanqah yang istimewa dan paling luas di Kairo. Ia menggambarkan bahwa khanqah ini juga dibangun dengan baik (dari segi arsitektur) dan dengan berbuat baik (tidak melukai hati penduduk, misal dengan penggusuran dsb.).

Beberapa bagian khanqah ini merupakan sisa-sisa bangunan zaman Fir'aun. Di bawah pintu masuk terdapat sederet aksara hiroglif yang masih bisa dilihat.

Sosok

Dalam arsitektur Islam dikenal ungkapan: "Tahta alqubbah turbah". Kubah merupakan pertanda bahwa ada orang yang bersemayam di bawahnya.

Terdapat perselisihan pendapat mengenai keberadaan makam sultan Jashankir, karena beberapa literatur mengatakan lebih dari 2 kali makam sang sultan dipindahkan. Maqrizi mencatat bahwa di khanqah inilah sang sultan dipindahkan terakhir kalinya.

Lalu siapa Syekh Amin al-Baghdadi yang tertulis di dekat pintu masuk?
Beberapa sumber menyatakan bahwa beliau adalah mursyid Tarekat Naqshabandi.
Beliau datang dari Sulaymaniyah (Irak) pada tahun 1914 M., tahun yang sama dengan wafatnya Syekh Amin al-Kurdi.

Karena beliau datang dari Irak (Sulaymaniyah), dan orang Mesir sebatas tahu bahwa 'Irak ya Baghdad', maka mereka menjulukinya Baghdadi.

Makam

Syekh Muhammad Amin Al Baghdadi sempat mengisi kegiatan untuk kembali menghidupkan khanqah ini, khususnya untuk murid-muridnya di Tarekat Naqshabandi.

Di depan makam, beliau sering kali mengulang, "Si Zahir (yang dimaksud: Baybars II) ini tidak di sini. Zahir ini di Syam." Beliau sering berkata demikian ke muridnya.

Singkat cerita, Syekh Amin wafat pada tahun 1940 H. dan dimakamkan di kaki bukit Mokattam. Namun karena proyek perluasan jalan pada tahun 50'an, makam beliau dipindahkan.

Dari sinilah, kisah yang diyakini sebagai salah satu keramatnya dimulai. Gamal Abd. Nasser presiden saat itu menyetujui pemindahan jasad Syekh Amin ke khanqah di mana dulu ia mengajar. Bahkan disebut-sebut upacara pemindahan saat itu diiringi dengan upacara penghormatan militer. Orang-orang yang mengikuti pemindahan saat itu pun bersaksi bahwa cambang dan jenggot Syekh Amin masih basah seolah baru dimandikan.

Kalimat yang sering diulang itu seolah memberikan alamat bahwa beliau sejatinya akan dimakamkan di tempat ini.

Terlepas dari perselisihan di mana makam Sultan Baybars II atau seberapa valid (dari kacamata sejarah) kisah keramat Syekh Amin, kita seyogyanya mengambil ibrah dan pelajaran-hidup dari apa yang ada, terlebih dari orang-orang yang berperilaku baik tersebut. Berbuat baik pada sesama, pada semua, berbuat baik sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Shollu ala Sidnannabi!
Read More