25 August 2019

Menyusur-galur Sulalah Thaba-thaba di Kairo

Makam Keluarga Thaba-thaba yang terletak di samping danau 'Ain Sirah, Fustat, Kairo.
Thaba-thaba ialah Abu Ishaq Ibrahim bin Ismail ad-Dibaj bin Ibrahim al-Ghamri (as-Syahid al-Maqtul) bin Abdillah bin Hasan (al-Mutsanna) bin Hasan (as-Sibth) bin Ali bin Abi Thalib, suami Fathimah al-Batul bintu Rasul Saw.

Sejarawan Islam Ibnu Khallikan dalam Wafayat al-A'yan menegaskan bahwa tidak ada ulama nasab yang berbeda pendapat dalam penasaban tokoh di kompleks makam ini.

Kebanyakan ulama hanya menambahkan bahwa meskipun demikian; Thaba-thaba ini tidak wafat di Mesir. (Yang ada di makam ini ialah keturunan-keturunannya, generasi ke-2 ke bawah)

Asal-usul Penamaan

Dijuluki Thaba-thaba sebab gaya tuturnya yang kurang jelas (gagap; sering mengulang lafal). Ia melafalkan Qaf menjadi Tha'.

Al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdadi-nya berkisah, "Saat Thaba-thaba datang ke Baghdad di masa pemerintahan Harun ar-Rashid, Sang Raja mengetahuinya. Kemudian, utusan istana datang menemui Thaba-thaba bermaksud mengantarnya ke hadapan Harun ar-Rashid.

Thaba-thaba kalang kabut. Ia menyangka ada seseorang yang memfitnahnya di hadapan raja. Lalu, sampailah ia di hadapan Harun ar-Rashid. Raja Harun berdiri dan menyuruh Thaba-thaba duduk di sampingnya. Obrolan belum berlangsung lama namun Harun ar-Rashid menangkap ada rasa ketakutan pada tamunya ini.

"Kamu kenapa, Aba Ishaq?", tanya Harun ar-Rashid.
Rawwa’ani Shohibut Thaba. Yang memakai jubah (Harun ar-Rashid .red) telah membuatku takut.”, jawab Abu Ishaq.

Shohibut Thaba yang dimaksud di sini bukan dengan huruf Tha’ melainkan Qaf. Namun, karena lisan Abu Ishaq yang gagap dan tidak fasih jadilah Thaba, bukan Qaba (yang bermakna jubah; menyerupai qamish/diqlah).

Dari kisah gagap inilah Abu Ishaq dijuluki Thaba-thaba.

Versi Kedua

Suatu hari, Abu Ishaq menyuruh seseorang mengambilkan pakaian.
“Ini saya, Pak.. Saya membawa pakaiannya.”, kata anaknya.
“Oiya, Thaba-thaba, Thaba-thaba.”, kata Abu Ishaq.
Thaba yang dimaksud di sini ialah Qaba, sejenis pakaian khas Arab dikhususkan untuk bepergian.

Anak-turun Thaba-thaba di Mesir

Keturunan Thaba-thaba yang pertama kali datang ke Mesir ialah al-Qasim ar-Rassi (Rassi; nisbat pada nama desanya). Ia membuka majelis di Masjid ‘Atiq (Amr ibn Ash). Orang-orang berkumpul untuk mendengarkan hadits-hadits yang ia sampaikan.

Kemudian, orang-orang berinisiatif mengumpulkan sumbangan. Setelah terkumpul, mereka menyerahkannya pada al-Qassim ar-Rassi. Namun, ia selalu menolaknya.
Semakin besarlah cinta masyarakat Mesir. Satu lagi yang masyhur: doanya dikenal mustajab.

Keturunan Thaba-thaba di Kompleks Makam

1. Ali bin Hasan bin Thaba-thaba
Ia orang terpandang dan terhormat pada masa itu. Ia terkenal jutawan yang dermawan. Setelah ia wafat saja hartanya mencapai 350 kati emas, 700 kati perak, 100 budak laki-laki, 100 budak perempuan.

Sebelum wafat, ia mewasiatkan sepertiga hartanya untuk disedekahkan. Satu riwayat mengatakan bukan sepertiga, melainkan setengah dari hartanya sebagaimana dalam kitab Mursyiduzzuwar. Wafat tahun 255 H.

2. Ahmad bin Ali bin Hasan bin Thaba-thaba
Ia orang yang terhormat, mempunyai gaya bicara jelas dan suara yang jernih lagi indah.
Satu riwayat mengatakan, ia menyedakahkan semua harta peninggalan ayahnya (tokoh pada nomer 1; sebelum ini) sampai-sampai ia tak lagi mempunyai harta yang dapat ia sedekahkan.

Hal itu didengar oleh Ahmad ibn Thulun, penguasa pada masa itu. Lalu, buyut Thaba-thaba ini diberi sebuah desa di Mesir. Semua hasil bumi dari desa ini diatasnamakan padanya.

Karena memang karakter dasarnya senang membantu orang lain, ia dikenal selalu membantu orang banyak. Tiap jengkal langkahnya ia gunakan untuk membantu orang. Ibn Zulaq sampai berkata, “Di Mesir belum pernah ada keturunan Rasul Saw. yang cinta dan kepeduliannya pada orang banyak melebihi cintanya.”

3. Abul Qasim Ahmad bin Muhammad bin Ismail bin Thaba-thaba
Ia dikenal zuhud. Berikut petikan salah satu syairnya:
لقد غرّت الدنيا أناسا فأصبحوا ** سكارى بلا عقل وما شربوا خمرا
وقد خدعتهم من زخارفها بما ** غدوا منه في كرب وقد كابدوا ضرّا
“Dunia memperdaya manusia hingga mereka ** mabuk tanpa akal padahal mereka tak minum arak.”
“Dunia memperdaya manusia melalui keindahan-keindahannya ** dengan apa yang mereka makan di tengah kesusahan dan yang mereka derita atas suatu kerugian.”

4. Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Ismail bin Thaba-thaba
Ia terkenal sebagai tuan tanah karena banyaknya tanah, pekarangan, ladang yang ia miliki. Namun begitu, ia sangat taat beribadah. Siangnya untuk berpuasa, malamnya untuk salat. Ia juga dikenal tak tanggung-tanggung dalam bersedekah dan berkurban.

Ahli nasab bernama Ubaidili bercerita bahwa pada tahun 400-an Hijriah, ada seseorang yang mimpi bertemu Nabi Saw. Dalam mimpi itu ia berkata pada Rasul Saw.,”Wahai Rasul, aku merindukanmu. Aku ingin sekali mengunjungimu, berziarah, Namun, tak ada satupun yang bisa mengantarkanku padamu.”

Rasul Saw. menjawab,”Kunjungi Abdullah bin Ahmad Thaba-thaba saja. Ziarah ke situ saja, maka kamu sudah seperti menziarahiku.” Abdullah bin Ahmad Thaba-thaba wafat tahun 348 H.
Kondisi kompleks makam yang terbenam rembesan air sejak belasan tahun.

5. Sayyidah Khadijah binti Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Thaba-thaba
Ia dikenal sebagai perempuan yang zuhud.

6. Abul Hasan Ali bin Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Hasan bin Thaba-thaba
Sebutan masyhurnya “Shahib Huriyah” sebab mimpinya dengan Huriyah sebagaimana dikisahakan oleh Syekh Muhammad Zaki Ibrahim dalam Maraqid Alil Bayt fil Qahirah.

7. Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Hasan bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Hasan bin Thaba-thaba

8. Abul Qasim Yahya bin Ali bin Muhammad bin Jakfar bin Ali bin Sidna Hussein [sibth] bin Ali bin Abi Thalib

9. Hasan bin Muhammad bin Ahmad bin al-Qasim ar-Rasi bin Thaba-thaba
Salah satu cucu al-Qasim ar-Rasi, keturunan Thaba-thaba yang pertama kali datang ke Mesir.

Dan masih banyak lagi nama-nama keturunan Thaba-thaba yang dimakamkan di kompleks ini. Makam ini terletak di Jalan 'Ain al-Sirah, kompleks peninggalan Thaba-thaba (dekat danau), kurang lebih 500 meter ke arah barat dari Masjid & Makam Imam Syafii.

Kondisi makam dari tahun ke tahun sangat memprihatinkan, karena daratan tempat pemakaman keluarga Thaba-thaba ini selalu menurun hingga terendam oleh air dan dikelilingi oleh rumput ilalang yang telah tumbuh tinggi dan sampah-sampah tanpa ada perhatian dari pemerintah terkait.[]


Al-Gamaliyah, Kairo
Mu'hid Rahman

Sumber Pustaka:
Maraqidu Alil Bayt fil Qahirah (Syaikh Muhammad Zaki Ibrahim).
Masajid Mishra wa Awliyauhaa as-Shalihun (Dukturah Su’ad Maher).
Mursyiduzzuwar ila Quburil Abror (Muwaffiquddin ibn Utsman).

Menerjemah, menulis, dan menjelajah. Mahasiswa pascasarjana Turats & Manuskrip Arab, Institut Riset dan Studi Arab, Kairo, Mesir