Masa muda
Masa muda beliau disibukkan dengan menuntut ilmu. Beliau berhasil menyelesaikan hafalan Alquran pada umur yang belia di Qarin di mana beliau dibesarkan. Setelah beliau menyelesaikan hafalannya tersebut, beliau mulai mempelajari cabang-cabang ilmu yang menjadi syarat untuk bisa belajar di Al-Azhar.Setelah berhasil menguasainya, berangkatlah ia ke Kairo untuk menyempurnakan pembelajarannya dan bergabung dengan Al-Azhar.
Para guru
Pada saat itu, beliau menimba ilmu pada ulama-ulama terkemuka di masanya, di antaranya: Al-Syihab Al-Malawi, Al-Syihab Al-Jauhari, Syekh Ali Al-Sa'idi, Syekhul Azhar Al-Hifni, Syekhul Azhar Ad-Damanhuri, Syaikh Umar At-Thahlawi, Syekh Muhammad Al-Farisi, Syekh Athiyyah Al-Ajhuri, Dll.Di bawah naungan Al-Azhar inilah beliau mematangkan keilmuannya di seluruh cabang ilmu. Akan tetapi secara fitrah beliau sangat mencintai ilmu tasawwuf dan sangat condong padanya. Maka dari itulah beliau mengambil Tarekat Al-Khalwatiyyah di bawah bimbingan Syekhul Azhar Al-Hifni, sampai beliau bertemu dengan Syeikh Mahmud Al-Kurdi yang menjadi gurunya dalam tasawwuf di kemudian hari dan beliau selalu mengikuti gurunya tersebut.
Menjadi Grand Syekh Al-Azhar
Setelah wafatnya Syaikhul Azhar Al-'Arusi, diadakanlah sebuah muktamar untuk memilih Syekhul Azhar selanjutnya. Dari hasil perundingan tersebut terpilihlah Syekh As-Syarqawi untuk meneruskan amanah mulia tersebut, maka pada tahun 1218 H atau 1793 M beliau resmi menjadi Syekhul Azhar ke-12 (jika dihitung dari Syekh Al-Kharasyi). Ada juga riwayat lain yang (kurang kuat) mengatakan pada tahun 1208 H.Inilah awal dari ujian-ujian berat yang akan beliau hadapi. Mulai dari penolakan atas kedudukannya, upaya pencabutan, fitnah, sampai pendudukan Perancis atas Mesir. Akan tetapi beliau berhasil melewati semua ujian tersebut dan tetap menjadi pemimpin serta panutan dan teladan bagi umat muslim khususnya di Mesir pada saat itu.
Dari hal itu pula dikatakan bahwa Syeikh As-Syarqawi manjadi Syekhul Azhar pada masa yang sangat penting dalam sejarah Mesir secara khusus dan seluruh peran, sikap, dan keputusannya sangatlah penting bagi sejarah negeri ini.
Hal pertama yang beliau hadapi setelah pengangkatannya adalah penolakan atas posisinya oleh Syeikh Musthafa al-Shawi yang pada saat itu menjabat menjadi kepala pengajar di Madrasah Shalahiyah (yang sekarang menjadi Masjid Imam Syafii), walaupun hal ini tidak berlangsung lama dan cepat selesai setelah diadakan pertemuan antara keduanya.
Tapi hal ini bukanlah akhir, selanjutnya datang dari sisi pemerintah beberapa bulan setelah kejadian pertama. Kejadian ini mengakibatkan Syekh as-Syarqawi berhenti untuk mengajar dalam beberapa waktu dan digantikan sementara oleh Syekh Muhammad As-Syabrawi.
Hal yang paling parah adalah munculnya posisi Syekhul Azhar tandingan yang dipegang oleh Syeikh Muhammad Amir. Tapi semua ini berhasil beliau lewati dan atasi dengan baik sampai datangnya tentara Perancis ke Mesir dengan panglima mereka Napoleon. Disinilah peran besar beliau atas umat semakin terang.
Pendudukan Perancis
Pada saat itu Kekhalifahan Ustmaniyyah sedang berada dalam keadaan yang lemah secara khusus dalam bidang politik. Mesir tidak luput dari hal tersebut. Di Mesir secara khusus ada tiga kekuasaan yang sama kuatnya yaitu; wali yang dipilih langsung dari Istanbul yang sangat sering berganti, kekuatan militer yang bahkan mampu menggulingkan seorang wali, dan para mamalik yang seakan-akan menjadi pemimpin sebenarnya atas masyarakat.Mereka bertiga setara dalam hal keburukan, terutama banyak dari para mamalik yang langsung berurusan dengan masyarakat, sebagai contoh sikap keras dari Syekh As-Syarqawi atas Muhammad Bek Alfa yang kerap menjarah masyarakat serta menetapkan pajak yang mencekik. Karena ketidakstabilan politik ini menyebabkan merosotnya aspek-aspek yang lain dan munculnya banyak masalah baru terutama perilaku kriminal.
Akan tetapi Daulah Ustmaniyyah tidak peduli akan hal tersebut, yang mereka pedulikan hanyalah pajak yang tetap lancar dibayarkan ke Istanbul. Maka dari itulah seakan-akan masyarakat adalah budak bagi para penguasa dan satu-satunya tempat mereka berlindung atas hal-hal di atas adalah para ulama. Maka dari itulah para ulama memliki peran besar atas masyarakat pada saat itu.
Datanglah Perancis dengan seluruh kekurangan dan kelebihannya. Hal pertama yang harus ditanyakan adalah, kenapa Mesir? Ada banyak aspek untuk menjawab pertanyaan ini, antara lain adalah hal yang sudah dijelakan di paragraf sebelumnya ditambah posisi yang strategis terutama untuk mencegah Inggris berkembang. Kekayaannya akan peradaban sumber daya, ekonomi, dan hal-hal lainnya yang tidak perlu dibahas disini.
Mereka pertama kali sampai di kota Iskandariyyah (Aleksandria) dan berhasil menguasainya lalu berhasil sampai mengusai daerah Delta Nil dan pada akhirnya berhasil memasuki Kota Kairo. Banyak perlawanan yang sudah diberikan mulai dari para mamalik ataupun kekuatan individu dan kelompok yang lain, tapi kebanyakan harus tumbang. Daulah Ustmaniyyah tidak bisa membantu apapun dan seakan-akan menutup sebelah matanya. Hal yang juga membuat Utsmani tidak bergerak adalah dalih Perancis bahwa mereka di Mesir hanya untuk memerangi para mamalik saja.
Maka dengan masuknya Perancis dengan panglimanya Napoleon ke Kairo, resmilah Mesir jatuh pada tangan Perancis, menjadi jajahannya. Maka tinggallah para tokoh masyarakat yang mampu mengendalikan situasi termasuk para ulama, dan di atas mereka semua adalah Syeikh As-Syarqawi.
Hal pertama yang dilakukan Napoleon adalah mendekati dan menghormati tokoh-tokoh tersebut karena ia tahu kedudukan mereka di masyarakat. Maka ia mulai membuat sebuah dewan yang terdiri dari beberapa orang yang diketuai oleh Syekh As-Syarqawi. Dewan ini nantinya akan mengawasi pemerintahan Perancis khususnya dalam hal adat dan agama.
Tidak semua tokoh di Mesir menerima gagasan ini. Langkah strategis yang Napoleon lakukan adalah memuliakan Islam dan masyarakat Mesir dengan cara memeriahkan perayaan Islam bahkan menyuruh tentaranya untuk ikut bergabung. Dengan rasa penasarannya tentang Islam ia membuat sebuah majelis dengan para ulama dan menanyakan perihal Alquran pada mereka.
Tapi hal ini tak lain dan tak bukan hanya pemanis agar masyarakat Mesir menerima pendudukan meraka. Hal ini sudah dipahami oleh masyarakat Mesir sejak awal walau sikap mereka berbeda-beda. Pada akhirnya meletuplah sebuah pemberontakan, sebuah hasil yang berbanding terbalik dari rencana awal Napoleon.
Kedudukan Al-Azhar ketika revolusi
Para ulama Al-Azhar terbagi menjadi 2 golongan tentang rencana tsaurah ini; golongan pertama adalah yang mendukung dan ikut andil di dalamnya, diketuai oleh Syekh Muhammad Sadat. Beliau berhasil mengobarkan dua tsaurah walaupun keduanya berhasil dipadamkan. Setelah tsaurah kedua tersebut beliau ditangkap dan disiksa.Golongan kedua adalah yang memilih jalan diplomasi nan damai. Kelompok ini diketuai oleh Syekh As-Syarqawi.
Beliau percaya bahwa tsaurah ini tidak akan menghasilkan apa-apa sementara posisi Mesir pada saat ini sedang berada di dalam posisi yang ditinggalkan dan tidak menguntungkan. Maka satu-satunya jalan hanyalah dengan bekerjasama sementara dengan para orang Perancis. Berjuang di jalan diplomasi hingga mengarahkan mereka supaya berbuat adil dan sesuai agama.
Beliau juga percaya bahwa Khalifah Ustmani akan datang membantu suatu hari guna mengusir para penjajah ini. Beliau percaya bahwa Napoleon punya ketertarikan yang sangat besar pada Islam dan siapa tahu ia akan masuk Islam di kemudian hari. Atas dasar itu pula, beliau menaruh kepercayaan padanya.
Dari catatan-catatan, kita bisa tahu bahwa Syekh As-Syarqawi selalu meminta keringanan dan pengampunan atas orang-orang yang terlibat tsaurah agar tidak mengundang hal yang lebih buruk lagi. Walaupun beliau pernah ditangkap karena diduga ikut andil dalam pusaran api-revolusi, pada akhirnya beliau dibebaskan dan kembali ke posisi semula.
Jika kita mendalami sikap Syekh As-Syarqawi pada masa ini kita bisa menyimpulkan suatu hal yang luar biasa. Jika beliau mau, beliau bisa dengan mudah menjadikan Mesir seluruhnya sebagai medan perang, akan tetapi beliau sangat memikirkan akibat jika beliau mengambil hal tersebut.
Di sanalah tampak sikap bijak beliau sebagai pemimpin umat. Bayangkan berapa banyak orang-tua akan kehilangan anaknya dan para istri kehilangan suaminya. Tidak hanya itu, juga para pekerja yang kehilangan perkerjaan dan para petani yang kehilangan ladang. Semua itu demi hal yang hampir bisa diyakini kekalahannya.
Maka dari itu beliau menempuh jalur yang kita kenal sebagai jalur politik, itulah medan jihad beliau, jalur tengah dari semua pilihan yang ada. Dan kita bisa lihat banyak hal positif dari keputusan beliau ini. Walaupun banyak dari para ulama dan murid-murid yang terbunuh tapi beliau selalu berdoa semoga datang orang-orang hebat yang menggantikanya. Walaupun Al-Azhar sempat ditutup setelah tsaurah kedua tapi beliau menerima hal tersebut dengan pertimbangan agar Al-Azhar tidak dirubuhkan dan bisa digunakan lagi nantinya.
Hal positifnya adalah beliau berhasil untuk membebaskan para tawanan akibat tsaurah termasuk Syekh Muhammad Sadat yang hampir dihukum mati dan juga banyak hal baik lainnya yang diterima masyarakat Mesir umumnya serta al-Azhar khususnya, terutama dalam bidang keilmuan dan perekonomian, sebagai contoh: dibukanya percetakan & surat-kabar pertama, masuknya ilmu-ilmu modern, dipecahkannya sandi aksara hieroglif, dan yang paling penting adalah Al-Azhar tetap berdiri sampai hari ini.
Jika kita mengira bahwa beliau hanya berpasrah diri pada keadaan saja, ketahuilah bahwa kita berada dalam kesalahan besar. Pada saat itu beliau tidak putus dalam hal surat menyurat dengan Sultan Usmani, dan inilah hal yang ditakuti oleh Perancis. Beliau juga selalu mendesak Perancis atas keputusan dan perilaku yang menyimpang tanpa gentar.
Pasca revolusi
Setelah kepergian Perancis dari Mesir secara utuh terjadilah kekosongan kepemimpinan. Hal ini diincar oleh banyak kekuatan baik internal seperti para mamalik, lalu para janissaries dan kesultanan itu sendiri, ataupun kekuatan eksternal seperti Inggris dan German. Dan pada akhirnya Khursyid Basya seorang Kurdi dari kubu Usmani menjadi wali atas Mesir. Tetapi kebijakannya banyak ditentang dan tidak disukai oleh rakyat Mesir yang berujung tsaurah di kemudian hari.Di saat inilah muncul sosok Muhammad Ali. Untuk mengambil simpati rakyat, ia mendekati 2 tokoh besar yang sangat berpengaruh di masyarakat pada saat itu, Sayyid Umar Makram dan Syekh As-Syarqawi.
Setelah mendapatkan kepercayaan rakyat dan berhasil mengobarkan api-revolusi, naiklah Muhammad Ali Basya . Ia menjadi wali Mesir pertama yang dipilih oleh rakyat. Pada masa ini Syekh As-Syarqawi tetap menjadi sosok pemimpin umat, bahkan Muhammad Ali selalu menghormati beliau.
Karya
Beliau meninggalkan beberapa karya, seperti:- Tuhfatul Bahiyyah fi Thabaqat Syafiiyyah, kitab tentang ulama-ulama Syafii sampai tahun 1221 H.
- Hasyiyah ala Tahrir, milik Imam Zakariya Al-Anshari tantang fikih.
- Syarah Hikam ibn Athillah as-Sakandari.
- Syarah Mukhtashar Syamail Muhammadiyyah, milik Imam Tirmidzi.
- Fathul Mubdi Syarah Mukhtashar Zabidi, tentang hadis.
- Tuhfatu Nadzirin fiman Walla Misr min Wulah wa Salathin., dan;
- Risalah fi "La Ilaha Ila Allah".
Wafat
Beliau meninggal dunia pada hari Kamis, tanggal 2 Syawwal 1227 H pada umur 77 tahun. Beliau disalatkan di masjid Al-Azhar oleh khalayak ramai, dimakamkan di makam yang beliau dirikan di Qarafah Mujawirin. Setelah beliau wafat, dibuatlah sebuah peringatan setiap tahun (maulid) yang diselenggarakan langsung oleh wali pada saat itu dan dihadiri banyak elemen masyarakat guna mengenang jasa besar beliau.===============
Darbul Hunud, 2 September 2019 M
Penulis: Fikri Labib
===============
Sumber pustaka:
Masyikhatul Azhar, Al-Azhar fi Alf Am, Tarikh al-Jabarti, Mukhtasar syamail-nya beliau.