03 March 2020

Syekh Ahmad ad-Damanhuri, Grand Syekh Pakar 4 Mazhab nan Ensiklopedis

Makam grand syekh Damanhuri di Qarafah Mujawirin, Kairo. (@sarkub_mesir)
Ia bernama Syihabuddin, Abul Abbas, Ahmad bin Abdul Mun’im bin Yusuf bin Shiam ad-Damanhuri al-Madzahibi al-Azhari. Adapun riwayat yang mengatakan bahwa kakeknya adalah Shiam (dengan menafikan Yusuf) tidaklah benar.

Beliau lahir di daerah bernama Damanhur al-Gharbiyah masa itu; dikarenakan terletak di bagian barat Delta, atau Damanhur al-Wahsy yang di kemudian hari berubah menjadi kota Damanhur, ibukota propinsi al-Buhaira.

Beliau lahir pada tahun 1101 Hijriyah, yang bertepatan dengan tahun 1689/1690 Masehi. Perbedaan penanggalan Masehi ini ditemukan di dalam beberapa kitab kontemporer yang berkisah tentangnya. Semua riwayat diatas benar, karena dalam satu tahun Hijriyah terjadi pergantian tahun Masehi.

Berbeda dengan apa yang dituliskan Ahmad Muhammad ‘Auf yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 1100 H, maka ini tidak benar. Begitu juga dengan syekh Abdullah Salamah Nasr yang menulis 1001 H, tapi saya rasa itu kealpaan beliau ketika menulis dengan redaksi angka 1 dengan 0. Yang jadi masalah ialah, kealpaan tersebut dinukil oleh syekh Ali Shubh dan syekh Ahmad Rabi’ tanpa mengoreksi lebih lanjut; yang bisa jadi mengakibatkan kealpaan dari generasi selanjutnya hingga hari ini.

Masa Pertumbuhan

Masa kecilnya sudah dalam keadaan yatim, tanpa ada orang yang mau merawat dan mengurusnya. Karena keadaan itu, beliau akhirnya pergi merantau ke kota Kairo untuk belajar di tiang-tiang masjid al-Azhar, yang mana hanya itu satu-satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena al-Azhar sangat memperhatikan para santrinya. Dalam fase perkembangannya, beliau memanfaatkan waktu tersebut dengan sebaik-baiknya serta harus bisa mandiri agar tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

Makam syekh Damanhuri di Qarafah Mujawirin, Kairo. (@sarkub_mesir)
Ia bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Sebelum mencapai umur 10 tahun, beliau sudah hafal Alquran, mempelajari semua fan keilmuan, baik duniawi maupun ukhrawi. Saking tekunnya, beliau mendapat ijazah untuk berfatwa dan mengajar dalam fikih 4 mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) oleh para guru besar al-Azhar. Padahal kala itu para ulama zamannya rata-rata hanya berpegang pada satu mazhab. Asbabnya, beliau dikenal dengan sebutan al-Madzāhibī.

Para Guru

Beliau adalah seorang ensiklopedis, terkenal akan ketekunannya dalam belajar dan menghafal serta tidak mengkhususkan belajar hanya dalam satu bidang keilmuan sahaja, bahkan menekuni semua bidang; baik akidah, syariah, akhlak, ilmu alat, ilmu falak, kedokteran, matematika dan lain-lain. Beliau adalah rival daripada syekh Hasan al-Jabarti dalam segala aspek keilmuan.

Beliau memiliki guru lebih dari 45 orang yang semuanya adalah guru-guru besar. Ia belajar kepada:
- Syekh Ali al-Za’tari;
- Syekh Salamah al-Fayumi;
- Syekh Ahmad bin Ghanim an-Nafrawi;
- Syekh Abdurrauf al-Bisybisyi;
- Syekh Abdul Jawwad al-Marhumi;
- Syihabuddin al-Khulaifi;
- Syekh Abduddaim al-Ajhuri, dan lain-lain yang semuanya beliau tuliskan dalam kitabnya al-Lathāif an-Nūriyah fi al-Minah (fil Asanid) ad-Damanhūriyah.

Murid-murid

Ijazah pada zaman dahulu diibaratkan sebagai syahadah, yang dengannya seseorang dapat meneruskan ilmu yang didapat dari para guru kepada generasi selanjutnya. Beliau melanjutkan pengajarannya di masjid al-Azhar tiap harinya dan masjid Imam al-Husein pada bulan Ramadan.

Beliau disifati oleh al-Jabarti dan syekh Abdullah as-Syarqawi dengan ‘pelit’ dalam hal keilmuan. Maksudnya ialah beliau tidak terlalu mementingkan masalah kuantitas, tapi lebih kepada kualitas. Makanya para santri yang mengambil ifādah dari beliau adalah orang-orang terpilih dan benar-benar mau belajar serta istikamah, semisal:
- Syekh Abdullah as-Syarqawi itu sendiri;
- Syekh Abdul Hadi Naja al-Abyari;
- Syekh Ibrahim al-Maidani;
- Syekh Ibrahim bin Musthafa al-Halabi;
- Syekh Ali al-Armanazi;
- Syekh Yusuf al-Ghazi;
- Syekh Daud al-Qal’awi, dan lainnya.

Jadi, jangan heran ketika membaca kisahnya, jarang ditemukan tulisan tentang siapa saja yang berguru dengan beliau.
Makam syekh Ahmad ad-Damanhuri, Grand Syekh Pakar 4 Mazhab nan Ensiklopedis. (@sarkub_mesir)


Sifat & Kharisma

Syekh Damanhuri memiliki kharisma yang luar biasa. Beliau sangat dihormati oleh semua kalangan; masyarakat maupun pemerintahan. Tak jarang pengajian beliau dihadiri para pembesar, seperti Ali Bik al-Kabir, ia sering menghadiri kajiannya, menganggap beliau sebagai penasehatnya dalam urusan negara, begitu juga pembesar lainnya. Beliau juga sering dikasih hadiah oleh mereka, bahkan sebelum beliau menjabat sebagai grand syekh al-Azhar. Ini adalah bukti kharismatik para ulama, dia disegani bukan karena jabatannya, bahkan sebelum menenteng apapun.

Selain terkenal akan kealimannya, beliau juga dikenal dengan lisannya yang fasih, selalu menebar kebaikan, memiliki wibawa ulama yang tinggi, dan yang terpenting pribadinya yang berani, sehingga disegani para pembesar negara.

Begitu juga ketika beliau pergi haji pada tahun 1177 Hijriyah bersama rombongan dari Mesir, pimpinan Mekah kala itu (sebelum adanya kerajaan Saudi) beserta para ulamanya datang berbondong-bondong menyambut kedatangan beliau untuk sowan. Ketika pulang haji, beliau disambut hangat oleh masyarakat Mesir dengan senandung syair-syair.

Makam syekh Damanhuri di Qarafah Mujawirin, Kairo. (@sarkub_mesir)
Beliau juga terkenal akan kedermawanannya yang luar biasa dalam bersedekah. Tak jarang hartanya dibagi-bagikan tanpa memperhitungkan dan memikirkan apa yang ia punya di kemudian hari.

Karangan

Beliau dijuluki dengan ‘Jalaluddin as-Suyuthi kedua’ disebabkan banyaknya karangan yang beliau tulis dari setiap cabang keilmuan. At-Tawudi berkata, “Dikatakan bahwa karangan beliau hampir menyamai karangan imam as-Suyuthi”. Hanya saja tidak banyak kitab beliau yang dicetak kembali di percetakan. Kebanyakannya masih berbentuk manuskrip yang disimpan di beberapa tempat dan membutuhkan penulisan ulang.

Ia mengarang kitab di semua fan keilmuan. Di antara karangannya yang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat Indonesia ialah:
- Idhāhul Mubham li Ma’anissullam (mantik);
- Hilyah al-Lubb al-Mashūn syarah al-Jauhar al-Maknun (balaghah).

Hingga kini kitabnya selalu dikaji dan dijadikan mata kurikulum di pelbagai pondok pesantren di seluruh Indonesia, bahkan saking masyhurnya, tak jarang kita temukan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Adapun karangannya yang lain seperti:
- Al-Qaul ash-Sharīh fi ‘Ilm at-Tasyrīh (kedokteran);
- Iqāmah al-Hujjah al-Bāhirah ‘ala Hadmi Kanāis Misr wa al-Qāhirah;
- 'Ain al-Hayāh fistinbath al-Miāh (geologi);
- Al-Fath ar-Rabbāni bi Mufradāt Ibnu Hanbal As-Syaibāni (hadis);
- Nihāyah at-Ta’rīf bi Aqsām al-Hadīts ad-Dha’īf (ulumul hadis);
- Sabīl al-Rasyād ila Naf’il ‘Ibad (nasehat);
- Manhaj as-Sulūk ilā Nashīhah al-Mulūk (politik);
- Ad-Durrah al-Yatīmah fī as-Shun’ah al-Karīmah (kimia);
- Ihya’ al-Fawād bi Ma’rifah al-Khawāsh al-A’dād; dan masih banyak lagi.

Menjadi Grand Syekh

Sudah barang tentu, setelah menghabiskan waktunya selama berpuluh-puluh tahun untuk berkhidmah dalam belajar dan mengajar para santri dari berbagai pelosok negeri, beliau cocok untuk diamanahkan menjadi pimpinan tertinggi al-Azhar. Pada tahun 1182 H/1768 M beliau diangkat menjadi grand syekh al-Azhar menggantikan kepemimpinan syekh Abdul Rauf as-Sajini.

Adapun yang mengatakan bahwa beliau menggantikan syekh al-Hifni (bukan as-Sajini) seperti yang dikatakan Muhammad Murad dan al-Jabarti tidaklah benar, padahal beliau sezaman, tapi bisa jadi karena lupa sebagaimana tabiatnya manusia yang bisa salah dan lupa. Hal itu di karenakan setelah setelah wafatnya syekh al-Hifni, syekh Abdul Rauf as-Sajini pernah menjabat sebagai grand syekh selama satu tahun.
Makam syekh Ahmad ad-Damanhuri, Grand Syekh Pakar 4 Mazhab nan Ensiklopedis. (@sarkub_mesir)

Wafat

Sepuluh tahun berlalu semenjak dijadikannya beliau sebagai pimpinan tertinggi di al-Azhar, hingga akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhirnya di rumahnya yang berada di Bulaq (daerah tepian sungai Nil) pada hari Ahad, 10 rajab 1192 H/3 Agustus 1778 M dalam usia 91 tahun.

Mengenai riwayat yang mengatakan bahwa beliau wafat pada tahun 1190 H/1776 M, adalah riwayat yang lemah, dengan beralasan bahwa kursi kepemimpinan al-Azhar kosong kurang lebih 2 tahun. Riwayat pertama (1192 H) diperkuat dengan apa yang ditulis oleh keturunannya pada pintu makam beliau mengenai waktu lahir dan wafatnya, begitu juga dengan sumber yang ditulis oleh al-Jabarti dalam kitabnya. Apalagi lagi al-Jabarti masih sezaman dengan syekh ad-Damanhuri.

Makam grand syekh Damanhuri di Qarafah Mujawirin, Kairo. (@sarkub_mesir)
Beliau disalatkan di Masjid al-Azhar, lalu dimakamkan di tengah Qarafah Mujawirin, Darrasah, berdekatan dengan makam syekh Syamsuddin al-Manshuri (mufti Hanafiyah Mesir) dan syekh Muhammad al-Kharasyi (grand syekh al-Azhar). Turut dimakamkan disekitar beliau anak-anak cucunya hingga hari ini.

Semoga Allah selalu menaungi beliau dengan rahmatnya dan menempatkannya di sebaik-baik tempat di sisi-Nya, amin.[]

=================
Hay Asyir, Nasr City, Kairo
Senin, 2 Maret 2020 M/7 Rajab 1441 H.
Penulis: Amirul Mukminin
===============

Sumber pustaka:
- الأزهر في ألف عام، أحمد محمد عوف؛
- الأزهر في ألف عام، محمد عبد المنعم خفاجي؛
- طبقات الشافعية، عبد الله الشرقاوي؛
- الأزهر في ضوء سير أعلامها الأجلاء، عبد الله سلامة نصر؛
- مشيخة الأزهر منذ إنشائها حتى الآن، علي عبد العظيم؛
- سلك الدرر، محمد خليل المرادي؛
- عجائب الآثار، عبد الرحمن الجبرتي؛
- كنز الجوهر في تاريخ الأزهر، سليمان رصد الزيادي؛
- الخطط التوفيقية الجديدة، علي باشا مبارك؛
- الإفتاء المصري، عماد أحمد هلال.

Aktivis Sarkub yang berasal dari Jambi, Sumatera. Sekarang sedang mengambil strata 1, jurusan Tafsir di fakultas Ushuluddin, Universitas al-Azhar, Kairo.