Saat
itu saya sedang ziarah ke Madinah, tepatnya di makam Rasulullah. Ketika
saya keluar lewat pintu Jibril, ada suara salah seorang yang
memanggilku dan ia mencoba berbicara kepadaku dan berceritera bahwa ia
bermimpi bertemu Rasulullah dan beliau memberi kabar kepada orang
tersebut bahwa saya akan menulis qashidah untuk beliau. Ia berbicara
sungguh-sungguh. “Sumpah,” ucapnya untuk meyakinkanku
Kulanjutkan langkah serta membawa husnudzan kepada orang yang membawa kabar tadi. Hal senada terualang kembali, tepatnya saat saya tiba di Kairo. Saya bertemu dengan seseorang yang juga menceritakan mimpinya bertemu Rasulullah. Apa yang ia ceritakan kepadaku persis mimpi orang yang saya temui di Madinah. Yaitu, saya hendak menulis burdah untuk Rasulullah.
Dari mimpi orang yang berulang kali dan dengan mimpi yang sama tersebut. Saya membatin, “Sesuatu yang berulang-ulang, tidak memberi saya alasan kecuali saya memang harus menulis burdah seperti yang orang-orang ceritakan dari mimpinya itu,”
Ketika ada kesempatan menunaikan ibadah haji, kota yang saya tuju pertama kali adalah Madinah, kota suci tempat Rasulullah singgah. Haji kali ini akan saya tunaikan mimpi tersebut dengan mulai menulis burdah. Dan kelak saat tiba, waktu akan saya habiskan lebih banyak di Madinah. Di tempat seseorang yang akan saya tulis burdah tentangnya.
Di pesawat, saya memulai menulis mukadimah dari burdah tersebut:
.
"Cahaya mataku terbit di Dzi Salam
O, Juru Mudi, lekas sampaikanlah aku ke Haram
Hati tergesa-gesa ingin menemui sebaik-baiknya seluruh makhluk
Tempat cahaya, tauhid dan kemulyaan tumbuh
Cintanya menghulu-hilir dalam darahku
Dan ingatannya hidup dalam hati dan di atas mulutku"
Saat pesawat landing dan saya turun dari pesawat, saya mendapati mobil dan dan orang penting yang nampak dari pakaiannya. “dimana Dr. Ahmad Umar Hasyim?”
“Iya, ini saya,” sahutku.
“Anda dalam jemputan sebagai tamu Khadim Haramain,” katanya
Saya bingung, padahal saya haji bersama rombongan dan atas biaya sendiri. Kok ini tiba-tiba ada mobil dan petugas menjemput yang katanya saya datang atas undangan.
“Loh, ini saya bersama rombongan,” jawabku beralasan.
“Anda dan rombongan menjadi tamu Khadim Haramain,”
Padahal, sebelumnya saya tidak memberi tahu siapapun, baik kepada penanggung jawab maupun petugas haji setempat kalau tahun ini saya berangkat haji. Akan tetapi saya mengerti dan yakin bahwa hal ini salah satunya berkat ‘Nahjul Burdah’ yang saya tulis dan kesinambungnya cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dr. Ahmad Umar Hasyim. Anggota Dewan Senior al-Azhar yang dijuluki sebagai ‘Amirul Mu’minin Fil Hadis’
Kulanjutkan langkah serta membawa husnudzan kepada orang yang membawa kabar tadi. Hal senada terualang kembali, tepatnya saat saya tiba di Kairo. Saya bertemu dengan seseorang yang juga menceritakan mimpinya bertemu Rasulullah. Apa yang ia ceritakan kepadaku persis mimpi orang yang saya temui di Madinah. Yaitu, saya hendak menulis burdah untuk Rasulullah.
Dari mimpi orang yang berulang kali dan dengan mimpi yang sama tersebut. Saya membatin, “Sesuatu yang berulang-ulang, tidak memberi saya alasan kecuali saya memang harus menulis burdah seperti yang orang-orang ceritakan dari mimpinya itu,”
Ketika ada kesempatan menunaikan ibadah haji, kota yang saya tuju pertama kali adalah Madinah, kota suci tempat Rasulullah singgah. Haji kali ini akan saya tunaikan mimpi tersebut dengan mulai menulis burdah. Dan kelak saat tiba, waktu akan saya habiskan lebih banyak di Madinah. Di tempat seseorang yang akan saya tulis burdah tentangnya.
Di pesawat, saya memulai menulis mukadimah dari burdah tersebut:
.
"Cahaya mataku terbit di Dzi Salam
O, Juru Mudi, lekas sampaikanlah aku ke Haram
Hati tergesa-gesa ingin menemui sebaik-baiknya seluruh makhluk
Tempat cahaya, tauhid dan kemulyaan tumbuh
Cintanya menghulu-hilir dalam darahku
Dan ingatannya hidup dalam hati dan di atas mulutku"
Saat pesawat landing dan saya turun dari pesawat, saya mendapati mobil dan dan orang penting yang nampak dari pakaiannya. “dimana Dr. Ahmad Umar Hasyim?”
“Iya, ini saya,” sahutku.
“Anda dalam jemputan sebagai tamu Khadim Haramain,” katanya
Saya bingung, padahal saya haji bersama rombongan dan atas biaya sendiri. Kok ini tiba-tiba ada mobil dan petugas menjemput yang katanya saya datang atas undangan.
“Loh, ini saya bersama rombongan,” jawabku beralasan.
“Anda dan rombongan menjadi tamu Khadim Haramain,”
Padahal, sebelumnya saya tidak memberi tahu siapapun, baik kepada penanggung jawab maupun petugas haji setempat kalau tahun ini saya berangkat haji. Akan tetapi saya mengerti dan yakin bahwa hal ini salah satunya berkat ‘Nahjul Burdah’ yang saya tulis dan kesinambungnya cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dr. Ahmad Umar Hasyim. Anggota Dewan Senior al-Azhar yang dijuluki sebagai ‘Amirul Mu’minin Fil Hadis’