Sejarawan Al-Maqrizi berkisah dalam catatannya bahwa khanqah ini merupakan khanqah yang istimewa dan paling luas di Kairo.
Alhamdulillah. Event "Ziarah Bab Sya'riyah" Selasa kemarin berjalan lancar dan terima kasih untuk semua kawan. Sampai jumpa di event selanjutnya! Berikut ini sedikit catatan tentang khanqah yang kita ziarahi kemarin.
Khanqah
Khanqah merupakan pusat kegiatan para sufi, sejenis zawiyah, ribath, atau takiyah. Namun, kenyataannya bukan hanya sebatas tempat sufi berkontemplasi atau berkhalwat saja. Khanqah ini juga lebih menyerupai pondok pesantren yang mempunyai santri menetap dan melaksanakan proses belajar-mengajar.Khanqah ini dibangun oleh salah satu sultan Dinasti Mamalik Bahri. Ialah Baybars II; al-Malik al-Muzaffar Rukn al-Din Baybars al-Jashnakir al-Mansuri. Lebih dikenal dengan Jashankir (bukan Jashnakir) yang bermakna Pencicip Makanan Raja. Dibangun sebelum ia menduduki takhta kerajaan.
Ibnu Khaldun tercatat pernah menjadi 'mudir' (direktur) di khanqah ini. Khanqah yang menampung 400 sufi, menghidupi 100 tentara, dan menjadi pesantren bagi anak-anak penduduk sekitar, bahkan dari berbagai penjuru. Makanan sehari-harinyanya ialah 3 lembar roti, daging, dan manisan.
Sejarawan Al-Maqrizi berkisah dalam catatannya bahwa khanqah ini merupakan khanqah yang istimewa dan paling luas di Kairo. Ia menggambarkan bahwa khanqah ini juga dibangun dengan baik (dari segi arsitektur) dan dengan berbuat baik (tidak melukai hati penduduk, misal dengan penggusuran dsb.).
Beberapa bagian khanqah ini merupakan sisa-sisa bangunan zaman Fir'aun. Di bawah pintu masuk terdapat sederet aksara hiroglif yang masih bisa dilihat.
Sosok
Dalam arsitektur Islam dikenal ungkapan: "Tahta alqubbah turbah". Kubah merupakan pertanda bahwa ada orang yang bersemayam di bawahnya.Terdapat perselisihan pendapat mengenai keberadaan makam sultan Jashankir, karena beberapa literatur mengatakan lebih dari 2 kali makam sang sultan dipindahkan. Maqrizi mencatat bahwa di khanqah inilah sang sultan dipindahkan terakhir kalinya.
Lalu siapa Syekh Amin al-Baghdadi yang tertulis di dekat pintu masuk?
Beberapa sumber menyatakan bahwa beliau adalah mursyid Tarekat Naqshabandi.
Beliau datang dari Sulaymaniyah (Irak) pada tahun 1914 M., tahun yang sama dengan wafatnya Syekh Amin al-Kurdi.
Karena beliau datang dari Irak (Sulaymaniyah), dan orang Mesir sebatas tahu bahwa 'Irak ya Baghdad', maka mereka menjulukinya Baghdadi.
Makam
Syekh Muhammad Amin Al Baghdadi sempat mengisi kegiatan untuk kembali menghidupkan khanqah ini, khususnya untuk murid-muridnya di Tarekat Naqshabandi.Di depan makam, beliau sering kali mengulang, "Si Zahir (yang dimaksud: Baybars II) ini tidak di sini. Zahir ini di Syam." Beliau sering berkata demikian ke muridnya.
Singkat cerita, Syekh Amin wafat pada tahun 1940 H. dan dimakamkan di kaki bukit Mokattam. Namun karena proyek perluasan jalan pada tahun 50'an, makam beliau dipindahkan.
Dari sinilah, kisah yang diyakini sebagai salah satu keramatnya dimulai. Gamal Abd. Nasser presiden saat itu menyetujui pemindahan jasad Syekh Amin ke khanqah di mana dulu ia mengajar. Bahkan disebut-sebut upacara pemindahan saat itu diiringi dengan upacara penghormatan militer. Orang-orang yang mengikuti pemindahan saat itu pun bersaksi bahwa cambang dan jenggot Syekh Amin masih basah seolah baru dimandikan.
Kalimat yang sering diulang itu seolah memberikan alamat bahwa beliau sejatinya akan dimakamkan di tempat ini.
Terlepas dari perselisihan di mana makam Sultan Baybars II atau seberapa valid (dari kacamata sejarah) kisah keramat Syekh Amin, kita seyogyanya mengambil ibrah dan pelajaran-hidup dari apa yang ada, terlebih dari orang-orang yang berperilaku baik tersebut. Berbuat baik pada sesama, pada semua, berbuat baik sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Shollu ala Sidnannabi!