10 November 2024

Al-Hafizh ‘Utsman Ad-Diyami: Anak Petani yang Menjadi Maestro Rijal Hadis

 


Bagi para pegiat ilmu hadis, fan rijal hadis merupakan fan yang mau tidak mau harus dikuasai atau setidaknya dipahami secara global untuk memvalidasi suatu hadis sahih atau tidak. Jika dalam mempelajari ilmu hadis, setidaknya mesti mengenal beberapa nama besar huffazh seperti Ibnu Hajar Al-’Asqalani, As-Sakhawi, dan As-Suyuthi, maka ada satu nama penting lagi yang mesti diketahui yaitu ‘Utsman Ad-Diyami. Karena ia sendiri adalah orang sezaman yang ada di lingkarannya Ibnu Hajar Al-’Asqalani, As-Sakhawi, dan As-Suyuthi. Bahkan Al-’Asqalani pun mengakui kepakarannya dalam bidang hadis.

 

Nama, Kelahiran, dan Nisbah

Bernama Fakhruddin, Abu ‘Amr, ‘Utsman bin Muhammad bin ‘Utsman bin Nashir Ad-Diyami Ath-Thabanawi Al-Qahiri Asy-Syafi'i Al-Azhari. Ad-Diyami — sebagaimana dhabth (cara pelafalan) dari As-Sakhawi — adalah nisbah kepada Desa Diyamah (sekarang Kafr Diyama), Markaz Karf Az-Zayyat, Provinsi Al-Gharbiyyah.


Menurut ‘Abdulhay Al-Kattani dalam Fihris Al-Faharis, pelafalannya adalah Ad-Diyyami, dengan di-tasydid ya'-nya, Al-Kattani mengikuti pelafalan dari naskah tulisan Ibnu Al-Ghazi, murid Ad-Diyami, dalam Fahrasah-nya. Al-Kattani juga menyebut bahwa nama ayah Ad-Diyami itu Syamsuddin Muhammad, nama kakek Fakhruddin ‘Utsman, dan nama buyutnya Nashiruddin.


Menurut As-Sakhawi dalam Ad-Dhau’ Al-Lami’, awalnya Ad-Diyami dikenal dengan nisbah Al-Buhuti karena ibunya berasal dari Desa Buhut. Di kemudian hari ia dikenal dengan nisbah Ad-Diyami karena ayahnya berasal dari Desa Diyamah, di samping mata pencariannya sebagai petani di Buhut.


Ad-Diyami lahir di Desa Thabana, Sakha, Markaz Kafr Asy-Syaikh, Provinsi Al-Gharbiyyah pada Muharam 821 H. Menurut Al-Hafizh As-Sakhawi, keterangan ini sebagaimana tulisan pribadi Ad-Diyami dan kesaksian As-Sakhawi yang pernah mendengarnya langsung dari Ad-Diyami. Waktu itu, sang ibu yang sedang mengandungnya bermigrasi dari Buhut ke Thabana sehingga lahirlah Ad-Diyami di sana. Oleh sebab itu disematkan nisbah At-Thabanawi dalam namanya. Lalu selang beberapa waktu bersama ibunya ia bermigrasi lagi ke Diyamah, sehingga ia sering bolak-balik tiga daerah: Buhut, Thabana, dan Diyamah karena ketiganya berdekatan.


Adapun tahun lahir Ad-Diyami menurut Najmuddin Al-Ghazzi dalam Al-Kawakib As-Sa'irah yaitu 819 H, menurut penulis, itu tidak tepat. Karena tidak disertai bukti apalagi juga menyelisihi sumber sezaman yaitu Al-Hafizh As-Sakhawi dalam Ad-Dhau' Al-Lami'.


Nisbah Al-Qahiri merujuk kepada tempat tinggal, tempat belajar, dan tempat wafat Ad-Diyami. Asy-Syafi'i merujuk kepada mazhabnya yaitu Mazhab Imam asy-Syafi'i. Al-Azhari merujuk kepada Masjid Al-Azhar yaitu tempat ia menempa keilmuannya sehingga keluar menjadi muhaddits besar.

 

Masa Kecil

Ad-Diyami kecil tumbuh di Diyamah, desa asal ayahnya, Muhammad. Layaknya anak kecil Mesir pada umumnya ia menghafalkan Al-Qur'an kepada beberapa guru di sana, yaitu: Syekh Abubakar bin Al-Bawwab Al-Banubi, Syekh Jamaluddin Abdullah bin As-Samariqi Al-Buhuti, Syekh Ahmad bin ‘Abbas Ath-Thabanawi Adh-Dharir, Syekh Abdullah bin Abdulwahid Ath-Thabanawi Adh-Dharir.


Kepada guru yang terakhir, Ad-Diyami belajar cara mengayam tikar, karpet dan berbagai jenis anyaman. Selain diajari membuat berbagai anyaman, Ad-Diyami juga diajari bertani dan bercocok tanam sehingga aktivitasnya di Diyamah menjadi sangat sibuk. Hal ini membuatnya jarang mendaras hafalan Al-Qur'an hingga mengakibatkan beberapa hafalannya luntur.

 

Belajar di Kairo

Pada tahun 842 H, Ad-Diyami — waktu itu ia sudah 20-an tahun — memutuskan hijrah ke Kairo, meninggalkan pekerjaan bertaninya. Sampai di Kairo ia tinggal di dekat Masjid Al-Azhar menjadi bagian komunitas Mujawirin Al-Azhar. Di titik inilah semangatnya membara kembali sehingga ia dapat kembali menghafal Al-Qur'an hingga khatam beserta menerapkan tajwidnya dalam jangka waktu singkat. Selain Al-Qur'an ia juga berhasil menghafal matan-matan ilmu seperti Al-'Umdah, Alfiyah Al-Hadits, Alfiyah an-Nahw, Minhaj Al-Fiqh (kitab Minhaj dalam fan fikih), dan Minhaj al-Ashl (kitab Minhaj dalam fan Usul Fikih).

 

Ad-Diyami menyelami dan meminum lautan ilmu dari ulama-ulama ternama pada masanya, seperti:

        Syekh Syihabuddin As-Sakandari (dalam ilmu Qira'at);

        Syekh Al-’Abbadi (dalam fan Fikih), bahkan ia menjadi salah satu qurra'-nya;

        Syekh Al-Jamal bin Al-Mujbir;

        Syekh Ibnu Al-Majdi;

        Syekh Al-Qayati;

        Syekh Al-Wanna'i;

        Syekh Nuruddin Al-Warraq Al-Maliki (belajar Syarh Ibnu ‘Aqil dalam ilmu Nahwu);

        Syekh Zainuddin Thahir (dalam ilmu ‘arabiyah);

        Syekh Syihabuddin Al-Haitami (belajar Syarh Sahih Muslim li An-Nawawi, kepadanya ia bermulazamah);

        Syekh Syamsuddin Muhammad bin Umar Ad-Dinjihi Al-Azhari (belajar Shahih Al-Bukhari);

        Syekh Nuruddin At-Tilwani.

 

Mencari Hadis

Pada tahun 849 H, yakni usia Ad-Diyami sekitar 28 tahun (qamariah), ia memulai petualangannya dalam mencari hadis berguru kepada beberapa musnid. Ia banyak berguru pada dua musnid yang berumur panjang yaitu:

        Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Jamaluddin Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Abu Ishaq Burhanuddin Ibrahim Al-Khathib Ar-Rasyidi atau dikenal Al-Hafizh Ar-Rasyidi, kepadanya Ad-Diyami berhasil mengkhatamkan Shahih Muslim;

        Burhanuddin Abu Ishaq Ibrahim bin Fathuddin Shadaqah bin Ibrahim bin Ismail Al-Hanbali Ash-Shalihi atau dikenal Al-Hafizh Ash-Shalihi, kepadanya Ad-Diyami berhasil mengkhatamkan Shahih Al-Bukhari dan Musnad Ahmad.


Keterangan ini berdasarkan pengakuan Al-Ghazzi dalam Al-Kawakib As-Sa'irah dan As-Sakhawi dalam Ad-Dhau' Al-Lami'. Selain itu Ad-Diyami juga berguru kepada Ibnu Al-Furat, Sarah binti Ibnu Jama’ah, Zainuddin Ridhwan, Shalahuddin Al-Hukri, Mujiruddin bin Adz-Dzahabi Ad-Dimasyqi, Zainuddin Ibnu As-Saffah.


Di luar semua guru yang disebutkan di atas, Ad-Diyami sudah barang tentu juga berguru kepada Sang AmiruI Mukminin dalam Hadis, Ibnu Hajar Al-’Asqalani. Kepadanya ia dapat mengkhatamkan Musnad Asy-Syihab dan sebagian besar Sunan An-Nasa'i.

 

Pergi Haji

Pada tahun 853 H, Ad-Diyami (sekitar usia 32 tahun) berangkat ke Haramain untuk menunaikan ibadah haji. Di sela-sela mukimnya di Haramain, ia mengunjungi beberapa ulama di dua kota suci itu.

        Di Madinah, di sana ia mengambil hadis dari Muhibbuddin Ath-Thabari, Abu Al-Faraj Al-Kazaruni, Jamaluddin At-Tustari, Abdulwahhab bin Muhammad bin Shalh. Di Madinah pula ia bisa membaca Shahih Al-Bukhari sampai khatam di Raudhah Rasulullah hanya dalam waktu empat hari. Kemudian ia meriwayatkan Asy-Syifa' dari Badruddin Al-Baghdadi, Qadhi Hanabilah.

        Di Makkah, di sana ia mengambil hadis dari Fathuddin Al-Maraghi, Zainuddin Al-Usyuthi.

Setelah mendapat banyak hadis dan bertemu banyak ulama di Haramain, Ad-Diyami pulang ke Kairo.

 

Kesibukan di Kairo

Pulang ke Kairo, Ad-Diyami kembali pada kesibukan sehari-harinya yaitu mengabdikan diri mengajar dan belajar di Al-Azhar. Di kalangan komunitas Mujawirin ia masyhur kepakarannya dalam bidang rijal hadis. Tidak sesimpel hafal nama-nama rijalnya, tapi ia juga tahu biografinya dari a sampai z hingga pelafalan nama rijal pun ia kuasai. Ketika Ad-Diyami menerangkan rijal dalam satu hadis maka ia akan menyebutkan satu bab yang berhuruf sama lalu memerinci satu-satu. Semisal: Bab Jarir, Jurair, Harir, Hurair, Hariz, Hazir, Huraiz, setelah itu ia menerangkan satu-satu dari nama-nama tadi.


Bahkan digambarkan bahwa orang yang mendengar keterangannya tadi tidak akan tahu apakah dia benar atau salah menyebutkannya, saking banyak dan jarang didengar nama-nama rijal yang keluar dari mulut Ad-Diyami. Karena kepakarannya dalam hadis, gurunya, Syekh Al-’Abbadi, mengamanatinya untuk mengajar hadis di Makam Sayid Ahmad Al-Badawi Thantha, sehingga ia sering bolak-bolak Thantha–Kairo.


Karena keahliannya dalam rijal hadis, ia sampai dipanggil gurunya, Ibnu Hajar Al-’Asqalani untuk memperdengarkan hafalan rijalnya di hadapan sang guru. Momen seperti ini sangat jarang terjadi dan Al-’Asqalani pun tidak akan menyuruh satu murid memperdengarkan hafalannya kecuali ia memang benar-benar sudah menguasai di luar kepala.


Reputasi Al-Hafizh Ad-Diyami semakin luas menyebar. Sehingga ia banyak diminta mengajar di mana-mana. Namanya tidak akan luput disebut oleh para pegiat ilmu hadis, muridnya ada di mana-mana, sehingga tidak heran namanya sampai ke telinga para penguasa.

 

Antara As-Sakhawi, Ad-Diyami, dan As-Suyuthi

Pada zaman yang sama ada tiga tokoh besar dalam hadis yang sama-sama murid Ibnu Hajar Al-'Asqalani. Mereka adalah Al-Hafizh As-Sakhawi, Al-Hafizh As-Suyuthi, dan Al-Hafizh Ad-Diyami.


Ibnu Hajar Al-’Asqalani menyebutkan bahwa Ad-Diyami termasuk dari sembilan orang yang diwasiatkan dan digelari ahli hadis. Klaim ini tentu bukanlah klaim biasa, ia muncul dari mulut seorang imam besar ilmu hadis di masanya. Sehingga kedudukan Ad-Diyami memang tinggi di kalangan ahli hadis. Selain itu As-Suyuthi pernah berkata, "Syekh Utsman Ad-Diyami itu hafal 20 ribu hadis.”

 

Sedangkan As-Sakhawi dan As-Suyuthi sudah terlalu terkenal dan terlalu banyak karya mereka untuk disebutkan reputasi dan pengakuan ulama terhadap mereka.


Terdapat dua bait unik yang mengisahkan perseteruan (dalam hal keilmuan) As-Suyuthi dan As-Sakhawi. Dalam salah satu bait, As-Suyuthi menyinggung nama Ad-Diyami yang dijadikan kiasan olehnya. Dua bait ini ditujukan As-Suyuthi untuk As-Sakhawi, begini bunyinya:

قل للسخاوي إن تعروك نائبة {} علمي كبحر من الأمواج ملتطم

والحافظ الديمي غيث السحاب فخذ {} غرفا من البحر أو رشفا من الديمي

"Katakan kepada As-Sakhawi, kalau kamu ada masalah (kemusykilan). Ilmuku laksana lautan dengan ombaknya yang saling menampar."

"Dan ada juga Al-Hafizh Ad-Diyami (kalau kamu tidak kuat menerima ilmuku yang laksana lautan itu) yang laksana rintikan hujan, maka ambillah. Seciduk air dari lautan (As-Suyuthi) atau setetes air dari hujan (Ad-Diyami)."

 

Ats-Tsa'alibi dalam kitabnya Kanz Ar-Ruwah Al-Majmu', sebagaimana dikutip oleh Abdulhayy Al-Kattani dalam kitab Fihris Al-Faharis. Di sana ia menyebutkan bahwa kata sebagian ulama, sebenarnya tiga orang ini (As-Sakhawi, Ad-Diyami, dan As-Suyuthi) adalah tokoh dalam bidangnya masing-masing dan saling melengkapi. As-Sakhawi tokoh dalam ‘Ilal Al-Hadist, Ad-Diyami dalam Asma' Ar-Rijal, dan As-Suyuthi dalam Hifzh Al-Mutun.

 

Hubungan Ad-Diyami dengan As-Sakhawi

Dalam beberapa hal As-Sakhawi sangatlah dekat dengan Ad-Diyami. Contohnya As-Sakhawi pernah mengklarifikasi bahwa antara dia dan Ad-Diyami ada hubungan saling mengasihi dan persaudaraan sudah sejak lama. Bahkan As-Sakhawi mengaku, ia dengan Ad-Diyami sering surat-menyurat, biasanya Ad-Diyami bertanya tentang apa yang musykil baginya lalu dijawab oleh As-Sakhawi.

 

Ad-Diyami juga mengirim putranya yang bernama Shalahuddin Muhammad untuk belajar kepada As-Sakhawi. Hingga As-Sakhawi beberapa kali menulis ijazah atau taqrizh yang diminta putra Ad-Diyami dan didalamnya terdapat berbagai macam pujian untuk ayahnya.

 

Sanjungan Para Ulama

Al-Hafizh As-Sakhawi menyebut Ad-Diyami dalam ijazahnya untuk putra Ad-Diyami dengan "Sayyid kami dan kekasih kami, yang saleh, guru para muhaddits, mufti orang-orang muslim, berkah para pelajar." Ibnu Al-Ghazi menyanjung sang guru dalam Fahrasah-nya dengan "Imam yang ‘allamah, mahkota para muhaddits, dan imam para musnid." Di lain tempat, Ibnu Al-Ghazi juga menyebutnya dengan "Syekh, imam, yang ‘allamah, Syaikhul-Islam, raja para ulama ternama, penghidup sunah Nabi ‘alaihissalam."

 

Murid-muridnya

Undangan untuk mengajar di mana-mana, barang tentu membuat Ad-Diyami mempunyai murid di mana-mana. Dari berbagai golongan baik itu pelajar khususnya para Mujawirin Al-Azhar, masyarakat awam, ibu-ibu, pejabat, orang Turki, dan lain-lain. 


Apalagi Ad-Diyami mempunyai putra bernama Shalahuddin Muhammad Ad-Diyami Al-Qahiri Asy-Syafi'i Al-Azhari, yang oleh Abdulhayy Al-Kattani dalam Fihris Al-Faharis disebut Ad-Diyami Ash-Shaghir. Ad-Diyami berhasil mendidik putranya — sebagaimana disebut di atas Ad-Diyami Ash-Shaghir juga dititipkan ayahnya untuk berguru ke As-Sakhawi — menjadi alim azhari yang bukan main-main hingga kecerdasannya diakui oleh sekaliber As-Sakhawi. 


Az-Zabidi menyebutnya, "Ia disifati dengan Al-Hafizh dan Al-’Arif, dengan himmah yang sempurna, ia belajar kepada As-Sakhawi dan ulama seangkatannya." Selain putranya, murid-murid Ad-Diyami di antaranya adalah Al-Burhan Ibnu ‘Aun, Abu Al-Faraj Fakh Al-Halabi, Syamsuddin Ad-Dawudi, Sayid Abdurrahim Al-’Abbasi Al-Islambuli dan masih banyak lagi.

 

Karya

Setelah dicari-cari, setidaknya ada tiga karya yang dinisbahkan ke Ad-Diyami. Yaitu pertama, kitab berjudul Al-Arba'in min Da'awat Sayyid Al-Mursalin. Kedua, manuskrip Shahih Al-Bukhari yang dibacakan dan diperdengarkan kepada Ad-Diyami. Ketiga adalah Fatwa Ad-Diyami yang menyertai manuskrip Shahih Al-Bukhari tadi.

 

Kitab Al-Arba'in min Da'awat Sayyid Al-Mursalin ini ditemukan manuskripnya di Khizanah Ilmiah Masjid Raya Kota Taza Maroko, tercatat nomor 1/543. Dalam indeks manuskrip di sana, manuskrip itu dinisbahkan kepada Jalaluddin As-Suyuthi, walaupun halaman pertama dari manuskripnya tertera nama ‘Utsman Ad-Diyami. Sayangnya Thariq Zukang, orang yang meneliti manuskrip ini, mengatakan bahwa penelitiannya hanya berdasarkan pada satu manuskrip di Khizanah Ilmiah Masjid Raya Taza saja, karena ia tidak bisa menemukan manuskrip lainnya. Ia juga berkata bahwa yang mendorongnya tetap meneliti manuskrip itu adalah keutuhan manuskrip dan tulisannya terbaca.

 

Sedangkan manuskrip Shahih Al-Bukhari itu dari Perpustakaan Sultanah Nurbanu, istri Sultan Salim II dan ibu Sultan Murad III, di manuskrip itu ditulis bahwa salinan Shahih Al-Bukhari ini telah dibacakan dan diperdengarkan kepada Ad-Diyami. Lalu fatwa Ad-Diyami yang terdapat di alukah.net ini berisi fatwa tentang rumuz yang digunakan para muhaddits untuk menyingkat lafaz-lafaz seperti akhbarani, haddatsani, qala dan seterusnya.


Namun As-Sakhawi mereportasekan dalam Adh-Dhau' Al-Lami' bahwa Ad-Diyami tidak berinisiatif untuk mengumpulkan ataupun menulis karya, sebab itulah As-Sakhawi tidak setuju kalau Ad-Diyami disebut muhaddits. Seakan-akan senada dengan As-Sakhawi, Al-Ghazzi dalam Al-Kawakib As-Sa'irah, Al-’Aidarus dalam An-Nur As-Safir, Abdulhayy Al-Kattani dalam Fihris Al-Faharis, dan Az-Zirikli dalam Al-A'lam, mereka semua tidak sama sekali menyebutkan Ad-Diyami punya karya tulis. Sehingga kitab Al-Arba'in min Da'awat Sayyid Al-Mursalin yang dinisbahkan kepada Ad-Diyami ini statusnya perlu ditinjau ulang.

 

Wafat

Di Kairo Ad-Diyami mengabdikan seluruh waktunya untuk agama, masyarakat, dan keluarga. Pengakuan As-Sakhawi bahwa Ad-Diyami lebih sebagai seorang yang saleh daripada ahli hadis, menunjukkan betapa saleh dan arifnya Ad-Diyami. Reportase As-Sakhawi juga di mana Ad-Diyami kerap bolak-balik Tanta–Kairo, mengajar di khanqah-khanqah, masjid-masjid, dan madrasah-madrasah, menunjukkan betapa perhatian Ad-Diyami kepada masyarakat. 


Dan berhasilnya Ad-Diyami mendidik putranya hingga keilmuannya diakui, menunjukkan perhatian khususnya kepada keluarga. Sungguh Ad-Diyami telah memenuhi dua hak: hak Allah dan hak adami (manusia) sehingga datang waktu di mana ia bisa bersua dengan Rabb-nya pada malam Senin tahun 908 H. Disebutkan oleh Ibnu Thulun bahwa Ad-Diyami turut disalati gaib di Masjid Al-Umawi, Damaskus seusai salat Jumat pada 2 Rajab 908 H. Hal ini menunjukkan betapa masyhur dan berpengaruhnya Ad-Diyami di kancah dunia. Makamnya berada di Jalan Baibars, Pasar Al-Azhar, Ad-Darb Al-Ahmar, Kairo. Tepatnya di depan Masjid Sayidi ‘Utsman Al-Haththabi. Semoga rahmat serta berkah Allah selalu terguyur di atas kuburnya.

 

Gambar makam, lokasi, dan maps-nya klik link di bawah:

Makam Syekh Fakhruddin Ad-Diyami


Daftar Pustaka

Syamsuddin As-Sakhawi, Adh-Dhau' Al-Lami' li Ahli Qarn At-Tasi'

Najmuddin Al-Ghazzi, Al-Kawakib As-Sa'irah bi A'yan Al-Mi'ah Al-'Asyirah

Abdulqadir Al-Aidarus, An-Nur As-Safir 'an Akhbar Al-Qarn Al-'Asyir

Muhammad Murtadha Az-Zabidi, Taj Al-’Arus min Jawahir Al-Qamus

Syihabuddin Al-’Ajami, Dzail Lubb Al-Lubab fi Tahrir Al-Ansab

Ali Al-’Imran, Al-Musyawwiq ila Al-Qira'ah wa Thalab Al-’Ilm

Abdulhayy Al-Kattani, Fihris Al-Faharis wa Al-Atsbat wa Mu'jam Al-Ma'ajim wa Al-Masyyakhat wa Al-Musalsalat

Ibn Ghazi, Fahrasah Ibn Ghazi

Abdulwahhab Asy-Sya'rani, At-Thabaqat As-Shughra

Muhammad Ramzi, Al-Qamus Al-Jughrafi li Al-Bilad Al-Mishriyyah

Fakhruddin Ad-Diyami, Al-Ahadits Al-Arba'in min Da'awat Sayyid Al-Mursalin

Khairuddin Az-Zirikli, Al-A’lam

Website alukah.net

 

Ahmad Wildan

Hay Sayidah Fathimah An-Nabawiyyah, Ad-Darb Al-Ahmar, Kairo

8 Jumadilawal 1446 H

Tim website Komunitas Sarkub Mesir.