Ada seorang pemerhati sejarah dan makam di Kairo bernama Husni Ja’far. Dalam akun facebook-nya ia menceritakan bahwa ada orang Mesir bernama Wa’il, ia terkejut kala mengetahui kalau di rumahnya terdapat makam sosok besar. Yang ia ingat bahwa neneknya pernah bercerita kalau dia melihat di kegelapan sesosok yang berpakaian putih bersih. Ternyata bukan hanya neneknya, sepupunya juga melihat sosok yang sama, berpakaian putih bersih di dalam rumah mereka. Husni Ja’far menganggap bahwa Ibnu Ar-Rif’ah dimakamkan di situ. Tentu bukan hanya berdasar cerita mulut yang ia ceritakan di atas saja. Ia turut menyajikan bukti dan data sejarah yang ia temukan. Lalu apakah benar klaim tersebut dan siapa Ibnu Ar-Rif’ah yang dimaksud. Penulis akan mencoba menguaknya di sini.
Siapa Ibnu Ar-Rif’ah?
Namanya adalah Najmuddin, Abu Al-‘Abbas, Ahmad bin Muhammad bin Ali bin Murtafa’ bin Hazim bin Ibrahim bin Al-‘Abbas Al-Anshari Al-Bukhari Al-Mishri Asy-Syafi’i. Ia dilahirkan di Al-Fusthath pada 645 H. Berguru di antaranya pada Sadiduddin At-Tizmanti, Zhahiruddin At-Tizmanti, Asy-Syarif Al-‘Abbasi, Ibnu Daqiq Al-‘Id, Dhiya’uddin Ja’far bin ‘Abdurrahim Al-Qinawi, Ibnu Miskin, dan lainnya. Ia mengajar di Madrasah Al-Mu’iziyyah dan Madrasah At-Thaibarsiyyah, sekarang menjadi bagian dari Masjid Al-Azhar. Di akhir usianya, ia menjabat sebagai pengawas harga pasar di Kairo.
Sudah barang tentu muridnya tidak sedikit di antaranya Najmuddin Al-Qamuli, Dhiya’uddin Al-Munawi, Syamsuddin Ibnu Al-Labban, Taqiyyuddin As-Subki, dan banyak lagi.
As-Suyuthi menyebutnya, “Satu-satunya di Mesir, tiga dari guru besar yaitu Ar-Rafi’i, An-Nawawi, dan Ibnu Ar-Rif’ah, yang dijadikan rujukan dalam tarjih (mazhab Syafi'i).” Al-Isnawi berkata, “Imam negeri Mesir, bahkan seluruh negeri, fakih pada zamannya di semua penjuru, Mesir belum pernah mengeluarkan, setelah Ibnu Al-Haddad, orang yang mendekati derajatnya, tidak diketahui di kalangan ulama Syafi’iyyah, setelah Ar-Rafi’i, orang yang sepadan dengannya secara mutlak, ia adalah keajaiban dalam mendatangkan kalam para Ashhab (murid-murid Imam Asy-Syafi'i), apalagi dari selain sumbernya, ia adalah keajaiban dalam memahami nas Asy-Syafi’i, dan ia juga keajaiban dalam kekuatan mentakhrij.” Ibnu Ar-Rif’ah meninggal di Kairo pada Rajab tahun 710 H.
Ia punya banyak karya, dua di antaranya adalah yang monumental:
• Kifayah An-Nabih fi Syarh At-Tanbih (20 jilid)
• Al-Mathlab Al-‘Ali fi Syarh Wasith Al-Ghazali (60 jilid), Ibnu Ar-Rif’ah wafat sebelum menyelesaikan kitab ini, lalu diselesaikan oleh muridnya, Najmuddin Al-Qamuli
• An-Nafa’is fi Hadm Al-Kana’is
• Al-Idhah wa At-Tibyan fi Ma’rifah Al-Mikyal wa Al-Mizan
• Ar-Rutbah fi Al-Hisbah
• Badzl An-Nasha’ih Asy-Syar’iyyah fima ‘ala As-Sulthan wa Wulah Al-Umur wa Sa’ir Ar-Ra’iyyah
• Risalah Al-Kana’is wa Al-Biya’
Pandangan Sejarawan Hasan Qasim
Dalam Al-Mazarat Al-Islamiyyah, Hasan Qasim menyinggung suatu masjid yang bernama Masjid Ibnu Ar-Rif’ah. Terletak di Hikr Az-Zuhri, Sawiqah Shafiyyah, Hay Qawadis. Ada sebuah masjid yang didirikan oleh Syekh Fakhruddin, Ahmad bin Muhammad bin Ali Al-‘Adawi atau dikenal Ibnu Ar-Rif’ah pada 687 H/1288 M. Ulama ini dilahirkan 645 H/1247 M, ia mengajar fikih Syafi’i, dan di akhir usianya ia menjabat sebagai pengawas keuangan dan ekonomi di Kairo. Ia wafat pada 18 Rajab 710 H/1310 M. Masjid ini sudah roboh dan tidak berbekas, hanya menyisakan makamnya Ibnu Ar-Rif’ah hingga kini (masa Hasan Qasim).
Warga sekitar mengenal makam ini dengan makamnya Syekh Qawadis di ‘Ithfah Qawadis, no. 30. Masjid ini berada di pinggir kolam yang dikenal, di kemudian hari, Kolam Ibnu Al-‘Azhamah. Sedangkan warga sekitar mengambil air di kolam ini dengan alat kincir air yang memiliki semacam ember (bahasa Arab: Qawadis). Hasan Qasim menyebutkan bahwa Al-Maqrizi juga menyebut masjid ini dalam khithath-nya. Ibnu Taghri Birdi menulis biografi Ibnu Ar-Rif’ah ini dalam Al-Manhal Ash-Shafi.
Walaupun Hasan Qasim tidak secara sarih menetapkan bahwa makam yang di dekat masjid itulah Makam Ibnu Ar-Rif’ah, tapi seakan-akan ia mengamini hal tersebut. Karena tidak ada koreksi darinya kala ia menjabarkan keterangan yang dinukilnya dari Al-Maqrizi. Penulis sudah mengunjungi tempat yang dimaksud yaitu di Gang Qawadis, Hay 'Abidin, dan memang tidak ada apa-apa, tidak ada bekas masjid yang tersisa.
Pandangan Sejarawan Ali Basya Mubarak
Dalam menjelaskan nama-nama jalan yang dimulai dari akhir Jalan Ad-Dabr Al-Ahmar, dekat Bab Zawilah, hingga akhir Jalan Ash-Shanafiri, utara Masjid Ath-Thabbakh. Pada bagian keempat, yaitu Jalan Ghaith Al-‘Uddah. Ali Basya Mubarak menyebutkan bahwa di sini, dari arah kiri, ada sebuah harah (lorong), bernama Harah Qawadis. Di harah inilah terdapat Masjid Ibnu Ar-Rif’ah, masjid ini termasuk kuno. Al-Maqrizi menyebutkan bahwa masjid ini didirikan oleh Syekh Fakhruddin bin ‘Abdulmuhsin bin Ar-Rif’ah bin Abu Al-Majd Al-‘Adawi. Ali Basya Mubarak mengutip keterangan Al-Maqrizi berhenti di situ.
Lalu ia berkomentar bahwa masjid ini sekarang sudah hancur dan tidak meninggalkan puing-puing yang menunjukkan tarikh berdirinya. Di dalamnya ada makam pendiri masjid yang sudah hancur juga, dan di arah lain yang berhadapan, ada makam di dalam tempat kecil yang dikenal Makam Syekh Qawadis. Sebab itu masjid ini dikenal dengan Masjid Qawadis.
Kemudian Ali Basya Mubarak di paragraf selanjutnya berkomentar bahwa Ibnu Ar-Rif’ah yang dimakamkan di masjid ini atau pendiri masjid ini bukanlah Ibnu Ar-Rif’ah yang masyhur kita kenal sebagai salah satu imam besar di kalangan ulama Syafi’iyyah.
Di bagian lain dalam khithath-nya, dalam pembahasan yang sama yaitu Masjid Ibnu Ar-Rif’ah dan redaksi yang intinya sama, Ali Basya Mubarak berkomentar begini, “Berdasarkan keterangan dari khithath-nya Al-Maqrizi maka Ibnu Ar-Rif’ah yang ini bukanlah Ibnu Ar-Rif’ah yang masyhur itu, yang dibiografikan dalam Husn Al-Muhadharah.”
Dari sini terlihat bahwa secara sarih Ali Basya Mubarak membatalkan asumsi yang awal bahwa di situlah Makam Ibnu Ar-Rif’ah. Bertolak belakang dengan Hasan Qasim dalam Al-Mazarat Al-Islamiyyah. Namun jika kita lihat lebih saksama, di situ ada perbedaan kutipan Al-Maqrizi dari Hasan Qasim dan Ali Basya Mubarak. Hasan Qasim mengutipnya Syekh Fakhruddin, Ahmad bin Muhammad bin Ali Al-‘Adawi atau dikenal Ibnu Ar-Rif’ah, sedangkan Ali Basya Mubarak Syekh Fakhruddin bin ‘Abdulmuhsin bin Ar-Rif’ah bin Abu Al-Majd Al-‘Adawi. Jika yang dimaksud Ibnu Ar-Rif’ah dalam teks Al-Maqrizi adalah salah satu imam besar Syafi’iyyah yang masyhur itu, maka Hasan Qasimlah yang benar. Namun tunggu dulu, sebelum menunjuk siapa yang rajih kita harus kembali pada sumber primer mereka berdua, yaitu Khithath Al-Maqrizi.
Kembali Pada Khithath Al-Maqrizi
Al-Maqrizi dalam khithath-nya menyebut bahwa Masjid Ibnu Ar-Rif’ah ini didirikan oleh Syekh Fakhruddin ‘Abdulmuhsin bin Ar-Rif’ah bin Abu Al-Majd Al-‘Adawi. Dalam ta’liq-nya, Dr. Fu’ad Aiman As-Sayyid menyebut bahwa masjid ini telah lama musnah dan sekarang tempatnya menjadi Masjid Qawadis, yang telah dijelaskan lalu. Dengan ini kita dapat mengatakan bahwa Ali Basya Mubarak adalah yang rajih. Sebab nama pendiri masjid yang dikutipnya sesuai dengan yang ada di Khithath Al-Maqrizi. Sedangkan Hasan Qasim tidak tepat dalam mengutipnya dan cenderung menggampangkan sehingga tampak menyamakan antara Ibnu Ar-Rif’ah di sini dan yang terkenal sebagai imam besar mazhab Syafi’i.
Di manakah Makam Ibnu Ar-Rif’ah?
Kembali pada topik awal yaitu di manakah makam Ibnu Ar-Rif’ah yang kita kenal sebagai imam besar dalam mazhab Syafi’i? Makam Ibnu Ar-Rif’ah dalam buku-buku tarajim atau thabaqat tidak tergolong masyhur. Berbeda dengan kebanyakan makam ulama yang terkenal sufi atau kewaliannya, makam mereka masyhur dan diberi lokasi presisinya oleh para penulis tarajim atau thabaqat. Ada sedikit tanda yang penulis temukan dalam thabaqat-nya Ibnu Qadhi Syuhbah (w. 851 H), ia menyebutkan dalam biografinya Ibnu Ar-Rif’ah bahwa ia wafat pada Rajab 710 H dan dimakamkan di Al-Qarafah. Tanpa menjelaskan lokasi presisinya. Lalu Ibnu Al-‘Imad Al-Hanbali (w. 1089 H) juga menyebutkan hal yang sama dalam Syadzarat Adz-Dzahab. Kemungkinan ia mengutip dari Ibnu Qadhi Syuhbah. Perlu diketahui bahwa ketika disebut Al-Qarafah, tanpa diberi kalimat selanjutnya, dalam buku-buku tarajim atau thabaqat maka yang dimaksud adalah Al-Qarafah Al-Kubra dan Ash-Sughra. Karena Qarafah itulah yang paling tua di Mesir dan sebutan Al-Qarafah itu hanya berlaku di Mesir saja, tidak di negara lain. Dengan demikian menurut pandangan penulis, berdasarkan sumber yang ada, Makam Ibnu Ar-Rif’ah bukan berada di Harah Qawadis, belakang Qism Syurthah ‘Abidin. Tapi ada di Al-Qarafah Al-Kubra atau Ash-Shughra, yaitu permakaman yang ada di bawah lereng bukit Al-Muqaththam, wilayah Makam Shahabah ‘Uqbah bin ‘Amir memanjang ke utara sampai Imam Asy-Syafi’i seterusnya itu. Namun sayang sekali Makam Ibnu Ar-Rif’ah belum diketahui secara presisi di mana lokasinya. Ada makam salah satu murid Syekh Ibnu Ar-Rif'ah yang diketahui lokasi presisinya yaitu Makam Syekh Syamsuddin Ibnu Al-Labban Asy-Syafi'i. Makamnya ada di Kawasan Al-Basatin yang juga masih masuk wilayah Qarafah Kubra. Bisa jadi Makam Syekh Ibnu Ar-Rif'ah ada di dekat makam muridnya itu, wa Allahu a'lam. Semoga rahmat serta keberkahan senatiasa menghujani kuburnya. Amin.
Referensi
Asy-Syaukani, Al-Badr Ath-Thali’
Al-‘Asqalani, Ad-Durar Al-Kaminah
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah
Adz-Dzahabi, Dzuyul Al-‘Ibar
Ibnu Al-‘Imad Al-Hanbali, Syadzarat Adz-Dzahab
Hasan Qasim, Al-Mazarat Al-Islamiyyah
Ali Basya Mubarak, Al-Khithath At-Taufiqiyyah Al-Jadidah
As-Suyuthi, Husn Al-Muhadharah
Al-Maqrizi, Al-Mawa’izh wa Al-I’tibar
Ibnu Qadhi Syuhbah, Thabaqat Asy-Syafi’iyyah
Al-Isnawi, Thabaqat Asy-Syafi’iyyah
Al-Himyari, Ar-Raudh Al-Mi’thar
Al-Husaini, Thabaqat Asy-Syafi’iyyah
Az-Zirikli, Al-A'lam
Muhammad Hamzah Ismail Al-Haddad, Silsilah Al-Jabbanat
Husni Ja’far, Facebook
Ahmad Wildan
Kamis, 25 Juli 2024
Harah Zara An-Nawa, Hay Sayidah Fathimah An-Nabawiyyah, Ad-Darb Al-Ahmar, Kairo