31 August 2019

Syekh Salih Al-Ja'fary, Sang Wali Besar dari Pangkuan Al-Azhar

Masjid Syekh Salih Al-Ja'fary di seberang terminal Al-Darrasah, Kairo.
Beliau bernama Salih bin Muhammad bin Shalih bin Muhammad bin Rifa'i al-Ja'fari al-Husaini al-Asy'ari al-Maliki al-Ahmadi al-Idrisi al-Azhari. Nasab beliau bersambung kepada Sayyid al-Hadi bin Sayyid Muhammad al-Jawwad bin Sayyid Ali Ridho bin Sayyid Musa al-Kadzim bin Sayyid Ja'far Shadiq (Ja'fari dinisbatkan kepada Imam Ja'far Shadiq).

Pada awalnya beliau tidak menampakkan nisbat Ja'fari atas dirinya, karna beliau belum merasa -kala itu- bahwa beliau adalah keturunan Imam Ja'far Shadiq, lalu pada suatu ketika beliau melihat secarik kertas yang bertuliskan bahwa ayahnya dinisbatkan kepada marga "Ja'fari".

Lalu pada suatu malam beliau bermimpi bertemu Sayyidah Zainab binti Imam Ali bin Abi Thalib yang ketika itu berdiri di balik layar (hijab), beliau pun mengucapkan salam kepadanya. Sayyidah Zainab pun berkata, "Bagaimana kabarmu dan kabar keluargamu al-Ja'afirah?"

Terbangun dari mimpi itu, beliau semakin yakin atas nisbat dirinya kepada "Ja'fari".

Beliau juga bercerita bahwa Nabi SAW -kakeknya- juga membenarkan bahwa beliau keturunan Sayyid Ja'far Shadiq, beliau berkata: "Sesungguhnya saya bermimpi melihat Rasulullah dan bersamanya keempat Khalifah Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali).

Saya lalu menyalami beliau dan keempat Khalifah -radhiallahu anhum-, dan ketika saya menyalami Sayyidina Ali saya pegang erat tangannya dan berkata, "Saya termasuk hitunganmu, saya termasuk keturunanmu, saya dari keturunan Sayyidina Ja'far Shadiq"

Lalu yang menjawab langsung Baginda Nabi, "Benar!", jawabnya dan sembari dianggukkan oleh Sayyidina Ali membenarkan perkataan baginda Nabi. Ketika saya tersadar, mimpi ini lebih saya cintai daripada dunia dan seisinya, kisahnya.

Lahir

Syekh Salih lahir di Daerah Dongola, Sudan pada hari Jumat, 15 Jumadil Akhir 1328 H. atau bertepatan pada 24 Juni 1910 M.

Kelahiran beliau merupakan nikmat terbesar bagi kedua orang tuanya yang berprofesi bertani & berkebun. Ayahnya (Muhammad) ketika beristri dengan ibundanya selama masa 8 tahun, belum dikaruniai keturunan hingga keluarganya berkeinginan untuk menikahkannya kembali dengan wanita yang lain.
Makam Syekh Salih Al-Ja'fary di samping masjidnya. (@sarkub_mesir)

Hal tersebut diketahui oleh istrinya. Istrinya sedih lalu pergi ke makam Sidi Abdul 'Ali bin Sidi Ahmad bin Idris di Masjid Dungqala, berdoa memohon kepada Allah di sisi makam agar dikaruniai seorang anak. Dan beliau juga berjanji jika diberikan seorang anak akan berpuasa 6 hari dan menghadiahkan pahalanya kepada Sahibul Maqam serta bersedekah kepada semua fakir miskin.

Allah mengabulkan permintaan tersebut, istrinya pun melahirkan. Sang ayah (Muhammad) membawa anak tersebut kepada ayahnya Salih (kakek Syekh Salih Ja'fari) dalam keadaan gembira ria dan berkata kepada ayahnya bahwa ia ingin menamai sang anak dengan nama yang sama dengan kakeknya.

"Jika engkau ingin menamainya dengan namaku, maka engkau harus menghibahkan anak ini kepada Allah dan engkau tidak boleh mengambil manfaat darinya sedikitpun dalam semua pekerjaanmu", kata ayahnya.

"Ayah Salih kecil pun menjawab, "Aku akan menghibahkannya kepada Allah.

Masa Kecil

Dididik oleh keluarga yang baik dan lingkungan yang baik, si 'Salih kecil' akhirnya berumur 6 tahun. Sang ayah yang melihat perkembangan anaknya ingin mulai mengajarinya cara berdagang mengajaknya ke toko pamannya akan tetapi lupa akan perkataannya dulu. Tapi Salih-kecil selalu lari dari toko ketika disuruh menjaganya dan pergi menuju halaqah Tahfizul Quran di Masjid Dongola.
Ruang khusus koleksi barang peninggalan Syekh Salih Al-Ja'fary di samping makam. (@sarkub_mesir)

Beliau selalu dalam keadaannya tersebut, lari dari menjaga toko dan pergi ke masjid Dongola, ayahnya selalu menghukumnya karna meninggalkan toko dan menyuruh Salih agar belajar berdagang dari pamannya, untungnya sang paman selalu membelanya dan berkata, "Biarkan ia seperti itu".

Ketika ia menjaga toko dan melihat fakir miskin, ia memberikannya makanan yang berada di toko kepada fakir miskin.

Melihat kelakuan anaknya, sang ayah mengadukan hal tersebut kepada Sayyid Muhammad Syarif (anak sidi Abdul 'Ali Sahibul Maqam), Sayyid pun berkata, "Apakah engkau lupa bahwa engkau telah menghibahkan anakmu kepada Allah? Kirimlah anakmu ke al-Azhar.

Pada umur 14 tahun beliau menyempurnakan hafalan Alquran di Masjid Dungqala dalam bimbingan Syekh Abi Auf as-Sanhuri dan Sayyid Hasan Efendi. Dan di umur tersebut pula beliau dinikahkan sebelum waktu kepergiannya ke Negeri Kinanah.

Menuju Al-Azhar

Salah satu sebab beliau ingin menuntut ilmu di Al-Azhar ialah bahwasanya datang salah seorang dengan membawa juz pertama Syarah Nawawi atas Sahih Muslim, beliau meminjam kitab tersebut darinya dan membacanya hingga terlelap.

Dalam tidurnya beliau bermimpi bertemu Sayyid Abdul 'Ali (Sahibul Maqam) sedang duduk di atas kursi, di sisinya sudah siap perbekalan untuk safar. Lalu Syekh Shalih mendengar ada yang berkata, "Sang Sayyid akan safar ke Mesir menuju al-Azhar!".

Mendengar hal itu, Syekh Salih langsung mendatangi beliau, menyalaminya dan mencium tangannya. Sayyid berkata kepadanya dengan kalimat yang sama dan mengulanginya beberapa kali, "Ilmu itu diambil dari kalbu para ulama, bukan dari kitab". Syekh Salih terbangun. Dari situlah beliau berkeinginan kuat untuk pergi ke Al-Azhar.

Di sini adalah sebuah isyarat daripada Sayyid Abdul Ali bagi penuntut ilmu bahwasanya ilmu pengetahuan tidaklah didapatkan cukup dengan hanya membaca buku, karena ilmu yang manfaat tidaklah didapat kecuali dari mulut dan nafas para ulama, dengan duduk di majelisnya, melihatnya, bahkan meniru kebaikannya.
Makam Syekh Salih Al-Ja'fary di samping masjidnya. (@sarkub_mesir)

Guru

Pada umur kurang lebih 20 tahun, beliau akhirnya pergi menuju al-Azhar, Kairo, dengan meninggalkan anak laki-laki beliau Sayyid Abdul Ghani dan anak perempuan bernama Fathiyah.
Makam putra Syekh Salih Al-Ja'fary bernama Syekh Abdul Ghani di samping masjid. (@sarkub_mesir)

Syekh Salih mulai berguru dengan ulama Al-Azhar, salah satunya ialah Syekh Mahmud as-Subki, beliau belajar dengannya setelah 2 bulan beliau berada di Kairo, beliau berkisah, "Saya menghadiri daras Syekh Mahmud Khaththab as-Subki.

Kala itu dihadapannya ada 55 orang murid. Ketika pelajaran telah selesai dan Syekh Mahmud ingin keluar, saya menghampirinya dan ingin mencium tangannya, tapi ia melarang saya akan hal tersebut, maka saya katakan kepada beliau, "Imam Abu Daud mengeluarkan dalam Sunan-nya pada bab utusan Abdul Qais bahwasanya mereka turun dari hewan tunggangannya, menghampiri tangan dan kaki Nabi SAW lalu menciumnya. Jadi, apakah engkau lebih wara' dibanding Rasulullah?"

Lalu Syekh menatapku kemudian memandang sekelilingnya dan berkata, "Dari mana kamu?"

Kujawab, "..dari Negeri Allah, saya datang sejak 2 bulan lalu di al-Azhar.

Syekh sekali lagi menatap kepada murid-murid yang hadir bersama saya dan berkata kepada mereka, "Lihatlah anak ini, ia baru 2 bulan di al-Azhar, dan mengajakku berdialog dengan Sunan Abu Daud. Sedangkan orang yang telah 80 tahun di al-Azhar tidak tahu di mana letak Sunan Abu Daud, inilah jawabannya, aku berterima kasih kepadanya karena ia memberi perumpamaan dengan dalil."

Sejak saat itu, ketika saya ingin menyalami beliau, maka beliau menyodorkan tangannya lalu saya mencium tangan tersebut.

Begitu juga sebagian daripada guru-guru beliau antara lain:

  • Syekh Muhammad Ibrahim as-Samaluthi al-Azhari, beliau mulazamah dengannya dalam pelajaran hadits Rasulillah SAW dan ulumul hadits di Masjid Sidna Husein, begitu juga dengan pelajaran tauhid.
  • Syekh Muhammad Bakhith al-Muthi'i al-Azhari (mufti mesir terdahulu), beliau mulazamah dengannya dalam bidang tafsir dan ulumul quran hingga Syekh Muthi'i meninggal dunia, yang kala itu mengajar di ruwaq al-Abbasi di Masjid al-Azhar.
  • Syekh Habibullah as-Syinqithi al-Azhari (sahib kitab Zadul Muslim), Syekh Salih ketika mulazamah sama beliau sangat mendambakan menjadi muqri (sang pembaca_pen) bagi sang guru. Pada suatu hari beliau pergi kerumah gurunya di samping Qal'ah dengan niat semoga diberi izin oleh sang guru untuk menjadi muqri baginya dalam membaca Sahih Bukhari dan Muslim, ketika telah sampai dan duduk di ruang tamu, tiba-tiba sang guru tersenyum sembari berkata, "Kamu insya Allah akan menjadi muqri bagiku tahun ini". Dan permintaannya terkabul, beliau menjadi muqri beliau selama 15 tahun hingga sang guru meninggal dunia.
  • Syekh Yusuf ad-Digwi al-Azhari (anggota dewan senior ulama al-Azhar), beliau mulazamah dengan Syekh Digwi dalam pelajaran setelah shalat Shubuh di ruwaq al-Abbasi selama 7 tahun hingga wafatnya sang guru.
  • Begitu juga beliau berguru dengan ulama besar al-Azhar pada zamannya seperti Syekh Abdurrahman Ilisy (cucu Syekh Ilisy al-Kabir), Syekh Hasan Madkur, Sayyid Abdul Hay al-Kattani (sahib fihrisul faharis wal atsbat), Syekh Ahmad bin Shiddiq al-Ghummari, Syekh Abdullah al-Ghummari, Syekh Muhammad Hasanein Makhluf al-Adawi (ayah mufti Mesir Hasanein Muhammad Makhluf) dan lain-lain yang tidak bisa ditulis kisahnya satu persatu.
Makam putra Syekh Salih Al-Ja'fary bernama Syekh Abdul Ghani di samping masjid. (@sarkub_mesir)

Murid

Berkah sang guru sangat berpengaruh kepada murid-muridnya, apalagi jikalau diempun oleh guru yang ikhlas mengajarkan ilmu.

Murid-murid beliau masih bisa kita lihat hari ini dan kita petik ilmu daripadanya, seperti Syekh Nuruddin Ali Gomaa al-Azhari (Mufti Mesir terdahulu dan anggota Dewan Ulama Senior Al-Azhar), Syekh Muhammad Abdul Baits al-Kattani, Syekh Athiyah Musthafa, Syekh Ali Shalih al-Azhari, Syekh Fathi Hijazi al-Ajhuri al-Azhari dan lain-lain.

Karangan

Beliau meninggalkan banyak karangan yang bukunya bisa didapat di maktabah Dar Jawami'ul Kalim di damping masjidnya, sebagian daripada karangannya seperti:

  1. Diwan al-Ja'fari (12 juz)
  2. Assirah an-Nabawiyah al-Muhammadiyah
  3. Asrar as-Shiam
  4. Al-Burdah al-Hasaniyah wal Husainiyah
  5. Raudhatul Qulub wal Arwah
  6. Minbarul Azhar
  7. Kanzussa'adah
  8. Al-Arbain al-Ja'fariyah
  9. Durusul Jumuah
  10. Risalah fil Hajj wal Umrah
  11. Mufidatul Awam, dll.

Keramat

Beliau memiliki beberapa karamah sebagaimana banyak diceritakan oleh beberapa masyayikh. Begitu juga diceritakan di kitab-kitab tarjamah beliau.

Karena pembahasan karamah beliau akan memperpanjang kisah hidupnya di coretan kecil ini, maka cukuplah satu karamat yang dikatakan para masyayikh sekarang, "Bahwasanya menyebarnya ilmu dan tarekat yang beliau ajarkan hingga kini adalah salah satu daripada keramat yang dapat kita rasakan hingga kini".

Wafat

Beliau wafat pada sore hari Senin, 18 Jumadil Ula 1399 H. atau bertepatan pada 16 April 1979 M, disalatkan di Masjid al-Azhar dan dimakamkan disamping masjidnya. Berseberangan dengan terminal bus Al-Darrasah.[]


Al-Hay Al-Asyir, Sabtu, 31 Agustus 2019
Penulis: Amirul Mukminin


Sumber pustaka:

  • Al-Kanzussari fi Manaqibil Ja'fari
  • Quthuf min Sirah Sidi Syekh Shalih al-Ja'fari
  • dan Darsul Jumuah.

Aktivis Sarkub yang berasal dari Jambi, Sumatera. Sekarang sedang mengambil strata 1, jurusan Tafsir di fakultas Ushuluddin, Universitas al-Azhar, Kairo.